Wednesday, March 21, 2007

Terusirnya Ahlul Bid’ah dari Telaga Al Kautsar

Oleh: Abu Hanan Sabil Arrasyad


Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, meminta pertolongan dan ampunan kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa-jiwa kami dan kejelekan amalan-amalan kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak akan ada yang menyesatkannya. Dan barangsiapa disesatkan oleh Allah, maka tidak akan ada yang memberi petunjuk kepadanya.

Saya bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan yang berhak untuk disembah kecuali hanya Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah seorang hamba dan utusan-Nya.

Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam. Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan. Setiap perkara yang diada-adakan adalah bid'ah. Setiap bid'ah adalah sesat. Dan setiap kesesatan ada di neraka.

“Dari Anas bin Malik Radiyallahu anhu “Ketika pada suatu hari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berada di tengah-tengah kami, beliau (seperti terserang) kantuk, kemudian beliau mengangkat kepalanya sambil tersenyum, maka kamipun berkata “Apa yang menyebabkan anda tertawa, Ya Rasulullah?“ Kata beliau “Baru saja diturunkan kepadaku satu surat, lalu beliau membaca

“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus“ (Qs Al Kautsar 1-3)

Kemudian beliau berkata “Tahukah kamu apa Al kautsar itu?“ kamipun berkata “Allah dan RasulNya lebih tahu“ Beliau bersabda “Sesungguhnya Al Kautsar adalah sungai yang dijanjikan kepadaku oleh Rabbku Allah Azza wa Jalla, padanya kebaikan yang sangat banyak. Dia adalah telaga yang akan didatangai umatku pada hari kiamat. Gayungnya sebanyak bintang di langit. Disingkirkan daripadanya seseorang dari mereka. Lalu aku berkata“Wahai Rabbku, sesungguhnya dia termasuk umatku!“ Maka Allah berkata “Engkau tidak tahu apa yang terjadi sepeninggalmu“ (Diriwayatkan Imam Muslim dalam Kitab Shalat Bab 14/400).

Menetapkan dan meyakini adanya telaga Al Haudl Rasululullah shallallahu alaihi wa sallam merupakan aqidah shahihah ahlussunnah wal jamaah yang harus diyakini oleh setiap muslim, lafadz Al Haudl secara bahasa adalah Al Jam’u (kumpulan), dikatakan menghimpun/mengumpulkan air ditempatkan pada suatu tempat apabila telah berkumpul. Dimutlakkan maknanya atas tempat air.

Secara Syar’i maknanya adalah telaga air yang turun dari sungai Surga pada hari kiamat yang diperuntukkan bagi Nabi Shallallahu alaihi wa sallam sebagaimana disebutkan dalam hadist “Sesungguhnya aku telah mendahului kalian menuju Al Haudl...“(Hr Bukhari (no6583) dan Muslim(no2290).)

“Sesungguhnya setiap nabi memiliki Haudl (telaga), mereka membanggakan diri, dari siapa diantara mereka yang paling banyak peminumnya (pengikutnya), dan aku berharap akulah yang paling banyak pengikutnya“(Hr At Tirmidzi(no2443) dalam Silsilah Ash Shahihah (no1589).)

Hadist-hadist yang berbicara tentang telaga Al Haudl sering diselewengkan oleh kaum Syiah Rafidhoh untuk memurtadkan dan mengkafirkan sahabat-sahabat Nabi yang mulia padahal jika dijelaskan dengan hadist-hadist lainnya dan didudukkan secara jelas dengan sebenar-benarnya maka penjelasan dan pengertian telaga Al Haudl dan orang-orang yang terusir darinya tidaklah seperti yang Syiah Rafidhoh jelaskan, bahkan justru orang-orang Syiah Rafidhoh terancam diantara orang-orang yang terusir dari Al Haudl tersebut.Hadist-hadist tentang telaga Al Haudl tersebut banyak diriwayatkan oleh para sahabat Nabi dengan isi yang semakna diantara sahabat yang meriwayatkannya adalah Abdullah bin Mas’ud, Hudzaifah bin al Yaman, Anas bin Malik,Abu Said Al Khudri, Sahl bin Sa’d As Saidi, Abu Hurairah, Abu Darda, Ummul Mukminin Aisyah dan banyak sahabat lainnya Ridwanullahu alaihim jamian.

“Abu Bakr bin Abi Syaibah dan Abu Kuraib serta Ibnu Numair telah bercerita kepada kami, kata mereka “Abu Muawiyah telah bercerita kepada kami dari Al A’masy dari Syaqiq dari Abdullah katanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda“ Saya mendahului kalian di telaga, Dan sungguh saya berselisih tentang sekelompok orang, Kemudian saya dikalahkan atas mereka, lalu aku berkata “Wahai Rabbku,(mereka) adalah sahabat-sahabatku!“ Lalu dikatakan: Sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang mereka ada-adakan sepeninggalmu“ (Diriwayatkan oleh Imam Muslim Kitab Al Fadlail Bab 9/2297)

Penjelasan:

Dalam Syarh Shahih Muslim, Al Imam An Nawawi menerangkan bahwa kalimat yang menyebutkan “ Engkau tidak tahu apa yang mereka ada-adakan sepeninggalmu“ termasuk masalah yang diperselisihkan oleh para ulama tentang apa maksudnya menjadi beberapa pendapat diantaranya:

1. Yang dimaksud (orang-orang yang terusir) adalah kaum munafikin dan orang-orang murtad.
2. Mereka yang hidup di zaman Nabi Shallallahu alaihi wa sallam kemudian murtad sepeninggal beliau(seperti pengikut Musailamah Al kadzab nabi palsu yang mengaku nabi setelah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam wafat).
3. Pelaku maksiat dan dosa besar yang mati di atas tauhid serta ahli bid’ah yang belum sampai keluar dari Islam.

Al Hafidz Ibnu Abdil Barr mengatakan “Semua yang mengada-adakan perkara baru (Bid’ah) dalam Islam termasuk golongan yang diusir dari telaga, misalnya kaum Khowarij, Rafidhoh dan semua pengikut hawa nafsu. Demikian pula orang-orang yang zalim, melakukan kejahatan, merampas hak dan terang-terangan melakukan dosa besar. Mereka ini dikhawatirkan termasuk golongan yang dimaksud dalam berita hadist-hadist ini“

Imam Bukhari rahimahullah mengatakan (Kitab Ar Raqaq bab 53/6212)
“Telah bercerita kepada kami Sa’id bin Abi Maryam katanya “Muhammad bin Mutharrif telah bercerita kepada kami, katanya “Abu Hazim telah bercerita kepadaku dari Sahl bin Sa’d, katanya“Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda“ Sesungguhnya aku mendahului kalian di telaga. Siapa yang mendatangiku dia tentu meminumnya dan siapa yang meminumnya, tidak akan merasa haus selama-lamanya. Sungguh akan datang kepadaku beberapa kaum yang saya mengenal mereka dan merekapun mengenaliku, kemudian dihalangi antara saya dengan mereka“

“Kata Abu Hazim” Nu’man bin Abi Ayyasy mendengar saya, lalu berkata” begitukah kamu dengar dari Sahl?” Maka Saya katakan“Ya“ Lalu diapun berkata“ Saya bersaksi atas Abu Said Al Khudri bahwa saya mendengarnya dan menambahkan bahwa beliau bersabda“Lalu saya katakan sesungguhnya mereka bagian dariku.Lalu dikatakan kepadaku“Sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang mereka ada-adakan sepeninggalmu, maka saya berkata“Jauhlah.Jauhlah orang-orang yang telah merubah-rubah sepeninggalku“ (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Al Fitan bab 1/6643) Imam Muslim dalam Al Fadlail bab 9/2291)

Penjelasan:

Imam Bukhari mengatakan dalam kitab Ar Raqaq, kata Ibnu Abbas, suhqon artinya bu’dan (jauh) dikatakan sahiiq sama dengan ba’iid (jauh). Ashaqahu artinya ab’adahu ( menjauhkan)

Hadist ini dan hadist sebelumnya menerangkan shahihnya penakwilan mereka yang berpendapat bahwa yang terusir adalah orang-orang murtad. Sehingga karena itulah dikatakan “Jauhlah. Jauhlah.“Dan ini tidak dikatakan kepada mereka diberi syafa’at dan diperhatikan. Demikian nukilan Imam An Nawawi dari Qadli Iyadl tentang makna “yang terusir “dalam Syarh Shahih Muslim. Dan dikatakan pula mereka yang durhaka, murtad dari sikap Istiqomah bukan murtad dari agama Islam. Mereka ini dianggap merubah atau menukar amalan saleh dengan kejelekan. Yang kedua ialah mereka yang murtad kembali kepada kekafiran secara hakiki.

Imam Ath Thabrani rahimahullah mengatakan dalam (Al Ausath 5/113 no 4216)

“Telah bercerita kepada kami ’Ali bin Abdillah Al Fargani’, katanya “Telah mengabarkan kepada kami Harun bin Musa Al Farawi katanya“ Telah mengabarkan kepada kami Abu Dlamrah Anas bin ’Iyadl dari Humaid dari Anas Radiyallahu anhu katanya Rasulullah Shallalahu alaihi wa sallam bersabda “Dua golongan dari umatku yang tidak akan mendatangi telaga (Haudl) dan tidak akan masuk surga, Al Qodariyah dan Al Murji’ah“ (Derajat hadist ini shahih. Dikuatkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah dan katanya “wajib diletakkan dalam Silsilah Ash Shahihah“ (Ash Shahihah no 2748) ada syahidnya (penguatnya) dari hadist Abu Laila yang diriwayatkan oleh ibnu Abi Ashim rahimahullah dalam As Sunnah 949)
Syeikh Muhammad Al Wushabi Al Abdali (Al Haudl Al Yaumul Ma’aad) mengatakan “Sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam “Mereka tidak akan masuk surga“, maksudnya dalah masuk surga lebih dahulu (pertama kali sebelum mereka dimasukkan ke dalam neraka).

Sebagaimana sabda beliau juga tentang hadist Ibnu mas’ud dalam Shahih Muslim (no 91) “Tidak akan masuk surga siapa saja yang di dalam hatinya menyimpan kesombongan meskipun sebesar biji sawi” (Yakni yang dimaksud masuk yang pertama kali)

Begitu juga dalam banyak riwayatnya Imam Al Bukhari menyebutkan lafadz murtad dalam riwayat-riwayatnya diantaranya di dalam Al Anbiya bab 11/3171 disebutkan

“...Lalu dikatakan kepada saya“ Sesungguhnya mereka terus menerus murtad kembali kebelakang sejak engkau meninggalkan mereka“

begitu pula dalam Ar Raqaq Bab 53/6214 disebutkan “...Sesungguhnya mereka telah murtad sepeninggalmu berbalik mundur kebelakang“

maka dari semua penjelasan diata tertolaknya syubhat yang biasa dilemparkan oleh Syiah Rafidhoh kepada orang-orang awwam dari kaum muslimin yang mereka membawakan hadist Nabi dengan hawa nafsu mereka untuk mengkafirkan dan mencaci maki para sahabat Nabi Radiyallahu anhum, padahal jelas para sahabat nabi disebutkan oleh Allah di dalam surat Al Qur’an:

“Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) diantara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang –orang yang mengikuti mereka dengan baik,Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung“ (Qs At Taubah : 100)

kemudian di dalam banyak hadist pun dijelaskan tentang keutamaan mereka Radiyallahu anhum bahkan disebutkan pula jaminan Surga dari Nabi kepada sepuluh orang utama diantara mereka. Maka wajar jika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sendiri bersabda ; “Kalian wajib berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafaurrasyidin” (Hadist riwayat Imam Abu Daud dan Tirmidzi).

Bahkan ketika terjadi perpecahan diantara ummat beliau menerangkan bahwa keselamatan adalah mengikuti pemahaman Beliau Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya

“Dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan semua masuk neraka kecuali satu. Beliau ditanya : ‘Siapa mereka wahai Rasulullah ?’ Jawaban beliau : ‘Mereka adalah orang-orang yang berada di atas apa yang aku dan sahabatku berada di atasnya” [Abu Dawud 4586, Tirmidzi 2640, Ibnu Majah 3991 Ahmad 2/332]

Semoga Allah selalu membimbing kita untuk menuntut ilmu syar’i sesuai Al Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman salafusshalih, dan menjauhkan kita dari kebid’ahan dan kemaksiatan agar kita tidak termasuk orang-orang yang terusir dari telaga (Haudl) Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Sebagaimana yang disebutkan tentang sifat-sifat mereka (orang-orang yang terusir dari telaga Nabi)

“Sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang mereka ada-adakan sepeninggalmu, maka saya berkata“Jauhlah.Jauhlah orang-orang yang telah merubah-rubah sepeninggalku“ (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Al Fitan bab 1/6643) Imam Muslim dalam Al Fadlail bab 9/2291)

mereka mempunyai karakter mengubah-ubah ajaran Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam membuat bid’ah-bid’ah dan mengikuti hawa nafsu mereka.

“Barang siapa melakukan suatu amal yang tidak ada contohnya dari kami, maka amalan itu tertolak.” (HR Mutafaqun ‘alaih)

Dan telah jelas bahwa dien ini telah sempurna sebagaimana yang Allah Ta’ala firmankan :
"Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu dan Aku sempurnakan nikmat-Ku kepadamu dan Aku ridha Islam menjadi agamamu" (Al Maidah:3).

Maka Al Imam Malik rahimahullah berkata ketika menafsirkan ayat ini: "Tidak akan baik umat yang belakangan ini kecuali dengan sesuatu yang telah membuat baik umat terdahulu (yakni para shahabat radiyallahu’anhum)".

Semoga Allah menjadikan kita sebagai pengikut sunnah-sunnah beliau dan pembelanya, yang dipertemukan bersama beliau di telaga Kautsarnya yang gayungnya sebanyak bintang di langit dan dipenuhi dengan kenikmatan. Telaga yang diperuntukkan bagi Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam yang airnya lebih putih daripada susu, lebih manis dari madu, lebih harum dari minyak kesturi, panjang dan lebarnya sejauh perjalanan sebulan,bejana-bejananya seindah dan sebanyak bintang di langit,maka kaum mukminin dari ummat beliau akan meminum dari haudl tersebut, Barangsiapa yang meminum seteguk air dari Haudl ini, maka tidak akan merasa haus lagi sesudah itu.
(lihat bab Itsbat Haudhi Nabiyyina shallallahu alaihi wa sallam wa shifaatihi dalam Kitab Al Fadhaail oleh Imam Muslim lihat juga kitabus sunnah lil ibni abi Ashim bab Dzikri haudhin Nabi shallalallahu alaihi wa sallam)

“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus“ (Qs Al Kautsar 1-3)

Semoga shalawat dan salam senantiasa Allah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam beserta keluarga dan para sahabatnya radiyallahu anhum ajmain dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga akhir zaman.

Ya Allah, tunjukkanlah kebenaran itu sebagai kebenaran dan berilah kami kekuatan untuk mengikutinya, serta tunjukkanlah kebatilan itu sebagai sebuah kebatilan, dan berilah kami kekuatan untuk menjauhinya.

Maha Suci Engkau Ya Allah, dan dengan memuji-Mu, saya bersaksi bahwa tiada
Tuhan yang berhak disembah melainkan Engkau, saya memohon ampun dan
bertaubat kepada-Mu.

Wallahu A’lam

Mendulang faidah Tafsir surat Hud 118-119.

Oleh : Abu Hanan sabil arrasyad


Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, meminta pertolongan dan ampunan kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa-jiwa kami dan kejelekan amalan-amalan kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak akan ada yang menyesatkannya. Dan barangsiapa disesatkan oleh Allah, maka tidak akan ada yang memberi petunjuk kepadanya.

Saya bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan yang berhak untuk disembah kecuali hanya Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah seorang hamba dan utusan-Nya.

Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam. Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan. Setiap perkara yang diada-adakan adalah bid'ah. Setiap bid'ah adalah sesat. Dan setiap kesesatan ada di neraka.


Sebagian firqoh melegalkan perpecahan aqidah dan manhaj diantara sesama kaum muslimin untuk melegalkan hal itu biasanya mereka menyitir ayat ini surat Hud 118-119, namun sayangnya tafsiran mereka menyimpang dari tafsiran yang sebenarnya, jadi bisa dikatakan "kalimatul haqqin urida bihal bathil" kalimat yang benar digunakan untuk kebatilan, padahal jelas larangan Allah dalam Al Qur an

“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka (terserah) kepada Allah. Kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.” (QS. Al An’am : 159)

lantas bagaimana tafsir ayat surat Hud 118-119 sebenarnya?

Tafsir QS. Hud 118-119 :

“Jikalau Rabbmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berikhtilaf (berselisih pendapat). Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Rabbmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka … .” (QS. Hud : 118-119)


Makna Lafadh

“Jikalau Rabbmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu..”

Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabarkan bahwa Dia Maha Kuasa untuk menjadikan mereka semua sebagai umat yang satu di atas keimanan atau kekufuran. Demikian perkataan Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya 2/481 ketika menerangkan ayat Allah yang mulia ini.

Imam Qatadah rahimahullah menjelaskan : “Kalau Allah menghendaki, tentu Dia akan menjadikan seluruh umat manusia ini sebagai Muslimin.” (Jami’ul Bayan 7/137 nomor 18712)

“Mereka senantiasa berikhtilaf (berselisih pendapat)....”

Para ulama Ahli Tafsir di kalangan Salaf berbeda pendapat di dalam menerangkan maksud ikhtilaf yang ada dalam ayat ini dalam beberapa pendapat sebagai berikut :

1. Sebagian ada yang menyatakan bahwa ikhtilaf yang dimaksud adalah ikhtilaf dalam masalah agama dan ahwa (hawa nafsu).

Menurut Al Hasan Al Bashri : “Seluruh umat manusia berselisih dalam beraneka ragam agama kecuali yang dirahmati oleh Rabbmu karena orang yang dirahmati tidak akan berselisih.” (Jami’ul Bayan 7/138 nomor 18715)

Kata Imam ‘Atha’ : “Mereka (orang-orang yang ikhtilaf) adalah yahudi, nashrani, dan majusi, sedangkan Al Hanafiyah (kaum Muslimin) adalah orang-orang yang dirahmati Allah Azza wa Jalla.” (Jami’ul Bayan 7/137 nomor 18713 dan Ad Durrul Mantsur 4/491)

Kata Ikrimah, murid Ibnu Abbas radliyallahu 'anhuma : “Mereka senantiasa ikhtilaf dalam hawa nafsu.” Hal ini seperti yang dinukilkan oleh Imam Ibnu Jarir At Thabari dalam Tafsir-nya, Jami’ul Bayan 7/139 nomor 18727 dan Imam As Suyuthi dalam Ad Durrul Mantsur 4/492.

2. Sebagian lagi ada yang mengatakan bahwa ikhtilaf yang dimaksud dalam ayat ini adalah ikhtilaf dalam masalah rizki, sebagian ada yang kaya dan yang lain fakir miskin.

Dalam sebuah riwayat dari Al Hasan Al Bashri disebutkan bahwa beliau rahimahullah mengatakan : “Yakni mereka berikhtilaf dalam masalah rizki sehingga sebagian mereka mengejek dan menghinakan sebagian yang lain.” (Jami’ul Bayan 7/139 nomor 18732 dan Ibnu Katsir 2/482)

3. Sebagian lagi ada yang menyebutkan bahwa ikhtilaf dalam ayat ini adalah ikhtilaf dalam hal rahmat dan maghfirah (ampunan) seperti yang dibawakan oleh Ibnu Jarir At Thabari dalam tafsirnya, Jami’ul Bayan 7/139.

Dari tiga pendapat yang disebutkan oleh para pakar tafsir di atas, yang paling rajih (kuat) adalah pendapat yang menyatakan bahwa ikhtilaf dalam ayat ini adalah ikhtilaf dalam beraneka ragam agama dan hawa nafsu, sebagaimana yang ditegaskan oleh Ibnu Jarir At Thabari dalam tafsirnya. Beliau mengatakan : “Pendapat yang paling kuat dalam menerangkan pengertian ikhtilaf yang tersebut dalam ayat ini adalah pendapat yang menyatakan bahwa umat manusia ini senantiasa berikhtilaf dalam perkara agama dan hawa nafsu mereka. Sehingga agama, hawa nafsu, dan kelompok mereka beraneka ragam bentuknya, kecuali orang-orang yang dirahmati Allah Azza wa Jalla, yaitu orang-orang yang beriman kepada Allah dan membenarkan para Rasul-Nya. Hal ini karena mereka tidak pernah berikhtilaf dalam mengesakan Allah, membenarkan para Rasul dan risalah yang mereka bawa. (Jami’ul Bayan 7/139)

Pendapat ini juga dikuatkan dan dishahihkan oleh Al Hafidh Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsir-nya 2/481.

Oleh sebab itu, para Ahli Tafsir menjelaskan bahwa mukhtalifin (orang-orang yang ikhtilaf) dalam ayat ini adalah yahudi, nashrani, majusi, dan ahlul bathil (ahlul bid’ah) dari kalangan Muslimin.

Ibnu Abbas radliyallahu 'anhu menjelaskan : “Mereka (orang-orang yang ikhtilaf) adalah ahlul bathil.” (Jami’ul Bayan 7/138 nomor 18725 dan Ad Durrul Mantsur 4/491)

Keterangan senada juga dijelaskan oleh murid beliau, Mujahid bin Jabr Al Makki, sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Abu Ishaq Asy Syathibi dalam kitabnya Al I’tisham 1/62.

“Kecuali orang-orang yang dirahmati oleh Rabbmu … .”

Orang yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah Ahlul Qiblat (Muslimin), pengikut para Rasul alaihimus shalatu was salam, Ahlul Haq Ahlus Sunnah wal Jamaah.

Ibnu Abbas radliyallahu 'anhu mengatakan : “Mereka adalah Ahlul Haq.” (Jami’ul Bayan 7/138 nomor 18725 dan Ad Durrul Mantsur 4/491)

Pernyataan senada juga ditegaskan oleh para Ahli Tafsir jaman dahulu semisal Mujahid dan Abdullah bin Al Mubarak, sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Jarir At Thabari dalam Jami’ul Bayan 7/138.

Ikrimah radliyallahu 'anhu mengatakan : “Mereka adalah Ahlul Qiblah (kaum Muslimin).” (Ad Durrul Mantsur 4/492)

Beliau juga menegaskan : “Mereka adalah Ahlus Sunnah wal Jamaah.” (Al I’tisham 1/62)

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan : “Yakni orang yang dirahmati dari pengikut para Rasul, orang-orang yang berpegang teguh dengan norma-norma agama yang diperintahkan kepada mereka. Para Rasul sejak dahulu telah mengajarkan kepada umatnya segala permasalahan agama dan kebiasaan mereka ini terus berjalan sampai penutup para Nabi dan Rasul.

Maka para pengikutnya pun mengikutinya, membenarkan, dan membelanya, akhirnya mereka pun sukses memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat, merekalah Al Firqatun Najiah. (Ibnu Katsir 2/481-482)

“Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka … .”

Para Ahli Tafsir terdahulu berbeda pendapat dalam menerangkan maksud dan tujuan Allah menciptakan mereka dalam ayat mulia ini.

1. Sebagian mereka ada yang mengatakan bahwa Allah menciptakan mereka untuk berikhtilaf sehingga diketahui mana yang bahagia dan mana yang sengsara.

Ibnu Abbas radliyallahu 'anhu mengatakan : “Allah menciptakan mereka menjadi dua golongan. Segolongan dirahmati sehingga mereka tidak berikhtilaf dan yang lain tidak dirahmati sehingga mereka berikhtilaf.” (Jami’ul Bayan 7/140 nomor 18739 dan Ad Durrul Mantsur 4/492)

Imam Malik rahimahullah mengatakan : “Allah menciptakan mereka supaya mereka menjadi dua kelompok. Sekelompok dalam Surga dan yang lain dalam neraka.” (Jami’ul Bayan 7/140 nomor 18742)

Al Hasan Al Bashri menegaskan : “Allah menciptakan mereka untuk ikhtilaf.” (Jami’ul Bayan 7/139 nomor 18737)

2. Sebagian lagi ada yang menyatakan bahwa Allah menciptakan mereka untuk dirahmati, tidak untuk diadzab.

Mujahid dan Qatadah mengatakan : “Allah menciptakan mereka untuk dirahmati.” (Jami’ul Bayan 7/140-141 nomor 18743 dan 18747)

Dalam sebuah riwayat dari Ibnu Abbas disebutkan bahwa beliau mengatakan : “Allah menciptakan mereka untuk dirahmati, bukan untuk diadzab.” (Jami’ul Bayan 7/141 nomor 18751)

Ibnu Jarir At Thabari dalam Jami’ul Bayan 71141 mengatakan : “Pendapat yang rajih (kuat) dari dua pendapat di atas ialah pendapat yang mengatakan bahwa Allah menciptakan mereka untuk berikhtilaf sehingga diketahui mana yang bahagia dan mana yang sengsara. Karena Allah menyebutkan adanya dua kelompok dari makhluknya, sekelompok ahlul ikhtilaf ahlul bathil dan yang lain Ahlul Haq. Kemudian setelah itu Allah menyatakan : ‘Untuk itulah Dia menciptakan mereka.’ Dalam pernyataan itu, Allah mengumumkan sifat dua kelompok tersebut, lalu Allah mengabarkan bahwa dua kelompok itu dimudahkan untuk menjalani tujuan mereka diciptakan.”

Tafsir Ayat

Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabarkan bahwa bila Dia menghendaki untuk menjadikan umat manusia ini sebagai umat yang satu di atas keislaman maupun kekufuran, niscaya Dia akan mampu melakukannya. Allah Subhanahu wa Ta'ala menegaskan dalam ayat lain :

“Dan jikalau Rabbmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?” (QS. Yunus : 99)

Tapi sunnatullah telah menetapkan bahwa umat manusia akan berpecah dan berikhtilaf disebabkan kedhaliman, kesesatan, dan penyimpangan mereka.

“Dahulu manusia itu adalah umat yang satu (setelah timbul perselisihan). Maka Allah mengutus para Nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan … .” (QS. Al Baqarah : 213)

Ibnu Abbas radliyallahu 'anhu menjelaskan : “Jarak antara Nuh dan Adam ada sepuluh qurun (generasi). Semuanya di atas syariat yang Haq, lalu mereka berikhtilaf. Maka Allah mengutus para Nabi sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan.” (Tafsir Ibnu Katsir 1/310)

“Mereka berikhtilaf karena telah terjadi di kalangan mereka beragam kesyirikan dan penyimpangan, lalu Allah mengutus para Nabi untuk mengembalikan umat manusia kepada agama tauhid yang mereka anut sebelum terjadi ikhtilaf.” Demikian kata Syaikh Ahmad Sallam dalam bukunya Ma Ana ‘Alaihi wa Ashhabi halaman 16.

Dalam buku yang sama, beliau menegaskan : “Perpecahan ini merupakan sunnatullah yang berlaku atas para pembangkang dan penyimpang. Hal ini merupakan hakikat yang dinyatakan dalam Al Qur’an secara qath’i (pasti).” (Ma Ana ‘Alaihi wa Ashhabi halaman 15)

Masalah ini pun telah diberitakan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dalam haditsnya :

“Ketahuilah! Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari ahlul kitab berpecah menjadi 72 millah (agama/syariat), sedangkan umat ini akan berpecah menjadi 73 millah, 72 di neraka dan yang satu di Surga, yaitu Al Jamaah.” (HR. Abu Dawud 12/340, At Tirmidzi 7/397, dan dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani dalam Ash Shahihah nomor 204)

Ikhtilaf (perselisihan) dan perpecahan yang terjadi di umat manusia adalah perpecahan dalam masalah syariat agama dan prinsip-prinsip pijakan beragama, seperti yang disebutkan oleh para Ahli Tafsir ketika menjelaskan surat Hud ayat 118-119 di atas. Inilah yang menyebabkan firqah-firqah (golongan) sesat yang ada di setiap umat terpisah dari Al Jamaah, pengikut para Nabi dan Rasul. Karena ini pulalah mereka disebut sebagai firqah (kelompok sempalan).

Abu Ishaq As Syathibi rahimahullah menjelaskan : “Golongan-golongan ini disebut sebagai firqah karena mereka menyelisihi Al Firqatun Najiah (golongan yang selamat) dalam prinsip agama dan kaidah syariat … .” (Al I’tisham 2/200)

Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala mengecualikan orang-orang yang Dia rahmati dari perpecahan yang menimpa seluruh umat manusia.

Imam Qatadah rahimahullah menjelaskan : “Orang-orang yang dirahmati Allah adalah Ahlul Jamaah (bersatu) sekalipun rumah, daerah, dan jasad mereka berpisah. Sedangkan orang-orang yang mendurhakai Allah adalah ahlul furqah meskipun rumah, daerah, dan jasad mereka bersatu.” (Jami’ul Bayan 7/139 nomor 18727 dan Ad Durrul Mantsur 4/492)

Ahlul Jamaah akan senantiasa ada, ditolong, dibela, dan dirahmati Allah ‘Azza wa Jalla sampai menjelang hari kiamat nanti. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :

“Akan senantiasa ada satu kelompok dari umatku yang ditolong, tidak memudlaratkan mereka orang yang menghinakan mereka sampai menjelang terjadinya kiamat.” (HR. Ahmad 4/436, At Tirmidzi 2287, Ibnu Majah 6, dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah 1/3/135)

Setelah itu Allah Subhanahu wa Ta'ala menegaskan kembali bahwa Dia menciptakan umat manusia untuk berikhtilaf agar diketahui orang bahagia yang akan mendapatkan Surga-Nya dan orang sengsara yang mendapatkan siksa-Nya. Allah Ta’ala berfirman :

“Di kala datang hari itu, tidak ada seorang pun yang berbicara melainkan dengan ijin-Nya, maka di antara mereka ada yang celaka, ada pula yang bahagia. Adapun orang-orang yang celaka maka tempatnya di dalam neraka, di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih). Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Rabbmu Maha Pelaksana terhadap apa yang dikehendaki. Adapun orang-orang yang berbahagia maka tempatnya di dalam Surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain), sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.” (QS. Hud : 105-108)

Maka wajib bagi kita untuk menempuh jalan yang telah ditempuh oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya berjama’ah bersama mereka di dalam kebenaran.

“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya lalu mengikuti selain jalan orang-orang Mukmin (para sahabat), Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam neraka jahanam dan jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An Nisa’ : 115)
Ya Allah, tunjukkanlah kebenaran itu sebagai kebenaran dan berilah kami kekuatan untuk mengikutinya, serta tunjukkanlah kebatilan itu sebagai sebuah kebatilan, dan berilah kami kekuatan untuk menjauhinya.

Maha Suci Engkau Ya Allah, dan dengan memuji-Mu, saya bersaksi bahwa tiada
Tuhan yang berhak disembah melainkan Engkau, saya memohon ampun dan
bertaubat kepada-Mu.

Wallahu A’lam

MENJAWAB PELECEHAN TERHADAP SYEIKH IBN BAZZ RAHIMAHULLAH (jawaban untuk Khowarij Gaya Baru)

Oleh : Abu Hannan Sabil Arrasyad

Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, meminta pertolongan dan ampunan kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa-jiwa kami dan kejelekan amalan-amalan kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak akan ada yang menyesatkannya. Dan barangsiapa disesatkan oleh Allah, maka tidak akan ada yang memberi petunjuk kepadanya.


“ Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba Nya hanyalah ulama…” (QS 35-28)

“ Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat.” (Al-Mujadilah: 11)

Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah ditanya tentang pelecehan terhadap para ulama seperti Syaikh Ibn Baz rahimahullah dan lainnya maka beliau menjawab :

“Yang demikian itu dalam rangka untuk memisahkan umat dari ulamanya. Sehingga (bila berhasil) akan mudah bagi mereka (Ahlul Bid’ah) untuk menyusupkan berbagai kerancuan pemikiran dan kesesatan yang dapat menyesatkan umat dan memecah belah kekuatan mereka. Itulah misi yang mereka inginkan, maka hendaknya kita waspada.” (Ma Yajibu Fit Ta’amuli Ma’al Ulama, hal. 17)

Hari-hari ini semenjak perang teluk orang-orang yang terpengaruh pemikiran khowarij memang selalu menuduh taqlid kepada para tholibul ilm yang mengikuti fatwa dari para ulama. sedangkan tuduhan taqlid mereka itu tanpa bukti dan dalil sama sekali, sudah amat banyak tuduhan-tuduhan mereka yang dibantah oleh para ulama dengan dalil yang amat jelas. namun mereka tidak mau menerima karena sudah menjadi kebiasaan mereka yang terbiasa mengkafirkan orang selain dirinya dan kelompoknya. termasuk juga mengkafirkan para ulama.

“Siapa saja yang mengatakan kepada saudaranya : wahai kafir, maka akan kembali (vonis) ini pada salah satu dari keduanya. Apabila ia memang kafir, maka apa yang dikatakannya benar, namun apabila tidak kafir, maka vonis itu akan kembali kepada dirinya sendiri.” (Muttafaq ‘alaihi dari Ibnu ‘Umar)
Apabila perkaranya ditujukan kepada pemerintah yang masih muslim, maka ini lebih berbahaya lagi. Yang mana dapat menyebabkan mereka semakin sewenang-wenang terhadap umat, terhunusnya pedang, tersebarnya kekacauan, tertumpahnya darah dan rusaknya ummat dan negeri.

Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘Alahi Wa Salam melarang menentang mereka. Beliau bersabda :
“kecuali sampai kalian melihat kekufuran yang nyata, dan kalian memiliki burhan (keterangan yang nyata) dari Alloh.” (Muttafaq ‘alaih dari ‘Ubadah).

v Sabda beliau : “kecuali sampai kalian melihat…”, berfaidah bahwasanya tidak cukup hanya berdasarkan dugaan dan desas-desus belaka.

v Sabda beliau : “kekufuran”, berfaidah bahwasanya tidak cukup hanya kefasikan walaupun besar, seperti berbuat aniaya, minum khomr, bermain judi dan lebih condong kepada perkara yang haram.

v Sabda beliau : “nyata”, berfaidah bahwasanya tidak cukup hanya berupa kekufuran yang tidak nyata, yaitu yang tidak terang dan tampak.

v Sabda beliau : “dan kalian memiliki burhan dari Alloh”, berfaidah bahwasanya haruslah dari dalil yang terang, baik dari segi tsubut (periwayatannya) yang shohih dan penunjukannya yang shorih (terang). Tidaklah cukup dalil yang dha’if sanadnya dan samar penunjukannya.

v Sabda beliau : “dari Alloh”, berfaidah bahwasanya tidak ada gunanya ucapan salah seorang ulama walau setinggi apapun kedudukannya di dalam ilmu dan amanah, apabila ucapannya tidak ditopang dengan dalil yang shorih lagi shohih dari kitabullah dan sunnah Rasul-Nya Shallallahu ‘Alahi Wa Salam.

Dan syarat-syarat ini menunjukkan atas riskannya perkara ini.
Intinya adalah, tergesa-gesa/gegabah di dalam takfir memiliki bahaya yang sangat riskan, sebagaimana firman Alloh Azza wa Jalla :

“Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS Al-A’raaf : 33).

dari hal ini terlihat jelas..ketergesa-gesaan dan kejahilan mereka dalam mentakfir pemerintah di negeri-negeri kaum muslimin, karena mereka mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak mereka ketahui, yang meraka sama sekali tidak memiliki burhan dari Allah.

tuduhan paling standar dari mereka adalah Saudi bekerjasama dengan Amerika dan Masuk PBB artinya Saudi adalah negara kafir. terutama muftinya yaitu Syeikh Ibn Baz rahimahullah. bahkan orang semisal mereka (kaum khowarij) seperti DR Safar Hawali yang turut mengkafirkan negeri Saudi pun dituduh taqlid dengan Syeikh Ibn Bazz rahimahullah.padahal jauh sekali pemikiran Safar Hawali ini dengan fatwa-fatwa Syeikh Ibn Baz rahimahullah.

Perjalanan mereka yang berubah-ubah ini karena memang mereka tidak didukung hujjah yang kuat dan burhan dari Allah. dahulu DR Safar Hawali ini mendukung demokrasi di Al jazair..karena memang dia murid dari Muhammad Qutb seperti juga Salman Audah yang terpengaruh pemikiran dari Saudaranya Sayyid Qutb.jadi jelas dia bukan murid Syeikh Ibn Baz rahimahullah, bisa antum perhatikan dengan jelas bagaimana ber-ubah-ubahnya sikap mereka ini..karena ta'yin dan manhaj yang mereka jalankan tidak berdasarkan hujjah dan burhan dari Allah.

Sayyid Qutb rahimahullah di awal-awal bergeraknya ikhwan juga menyetujui untuk mengikuti demokrasi sebagaimana yang dipakai oleh Hasan Al Bana pendiri ikhwan bahkan Sayyid Qutb sendiri bersekolah ke Amerika yang jelas-jelas negeri kafir. namun setelah meninggalnya Hasan Al Bana dan terjadi kekacauan dan perpecahan di tubuh ikhwan sendiri, mulailah terjadi takfir dan saling mengkafirkan. yang akhirnya melahirkan jama'atul takfir wal hijrah

dan hal ini diakui oleh tokoh-tokoh ikhwan sendiri diantaranya:

Berkata Farid Abdul Khaliq, salah seorang tokoh besar IM dalam kitabnya Ikhwanul Muslimin fi Mizanil Haq hal. 115: "Kita mengetahui dari apa yang telah lewat bahwa munculnya pemikiran takfir di kalangan Ikhwan bermula dari penjara Qanathir di akhir tahun lima puluhan dan awal enam puluhan. Mereka terpengaruh oleh Sayyid Quthb dan pemikiran-pemikirannya. Mereka mengambil pemahaman darinya bahwa masyarakat ini dalam keadaan jahiliyah dan bahwasanya dia telah mengkafirkan pemerintah yang merasa asing dengan apa yang diturunkan Allah. Juga mengkafirkan rakyatnya karena mereka ridla dengan hal itu".

Berkata DR Ali Gharishah, salah seorang tokoh besar IM, sebagai berikut : "Dalam kejadian ini, terpecah satu kelompok dari kelompok Islam yang besar ketika keberadaan mereka di penjara-penjara ... bersamaan dengan itu kelompok tersebut bertameng dengan pengkafiran kelompok Islam yang besar. Mereka masih tetap dalam pendapatnya tentang pengkafiran pemerintah, penolong-penolongnya serta masyarakat seluruhnya. Kemudian kelompok tersebut berpecah kembali menjadi beberapa kelompok, yang masing-masing mengkafirkan yang lain … ." (Al Ittijahat Al Fikriyah Al Mu'ashirah hal. 279)

disinilah terlihat jelas manhaj mereka yang sekali lagi tidak didukung hujjah dan burhan dari Allah dalam masalah pengkafiran padahal sebelumnya Sayyid Qutb sendiri mendukung demokrasi. begitu juga yang terjadi para Safar Hawali yang mengatakan demokrasi itu bisa saja di pakai secara darurat untuk menyelamatkan negeri dari kekacauan kemudian pemikirannya berubah dengan mengkafirkan.

Safar Hawali juga mengarang sebuah buku yang berjudul Wa’du Kissinger wal ahdaful Amrikiyyah fil khalij ( Janji Kissinger) buku ini berganti-ganti judul kadang-kadang diberi judul Kasyful Ghummah an Ulama-il Ummah (meyingkap tabir mendung dari ulama umat) terkadang diberi judul lain Haqaiq haula Azmatil Khalij (realita sebenarnya tragedy teluk)

Yang isi buku tersebut amatlah jauh dari hujjah dan burhan dari Allah isinya berkisar dari berita-berita dari media kafir yang dijadikan sandaran olehnya padahal ini jelas sama sekali bukan ilmu bukan juga hujjah dan burhan dari Allah yang dibolehkan Nabi untuk dipakai dalam pengkafiran seperti yang ana jelaskan tadi diawal tentang hadist.

“kecuali sampai kalian melihat kekufuran yang nyata, dan kalian memiliki burhan (keterangan yang nyata) dari Alloh.” (Muttafaq ‘alaih dari ‘Ubadah).

yang mereka ambil adalah hujjah dan burhan dari orang kafir untuk mengkafirkan pemerintah muslim dan ulamanya. yang dengan hal ini terhimpun dua kesalahan sekaligus.

yang pertama:

"....Mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS Al-A’raaf : 33).

yang ini merupakan dosa yang amat besar bahkan diayat ini jelas urutannya diatas Syirik kepada Allah. mereka ini menganti hujjah dan burhan yang seharusnya dari Allah dengan hujjah dan burhannya orang-orang kafir dari medianya untuk mengkafirkan pemerintah muslim dan ulamanya.

yang kedua:
“ Wahai orang –orang yang beriman, jika datang orang fasiq membawa berita kepadamu, hendaklah engkau menelitinya” (Al Hujurat :6)
Sudah jelas mereka melanggar ayat ini. karena berita yang mereka ambil bahkan dari orang kafir untuk menghukumi bahkan mentakfir pemerintah muslim dan ulamanya
Asy Syaikh Abdul malik Ar ramadhani hafidzahullah berkata “ Sudah barang tentu berita dan media-media informasi kafir lebih banyak dustanya daripada berita orang fasik! Tragisnya mereka menjadikan media-media tersebut sebagai landasan berita! Jangan heran bila kemudian mereka menjadi sumber malapetaka dan kekacauan karena media-media tersebut telah dikuasai orang-orang Yahudi-semoga Allah menghinakan mereka-!“

Asy Syaikh Muhammad Shalih Luhaidan Hafizhahullah : “Alangkah ngerinya apa yang keluar dari mulut mereka. Yang mereka ucapkan tidak lain adalah dusta. Tidak diragukan lagi bahwa kerajaan Saudi Arabia adalah yang menjadi target untuk disakiti oleh Amerika…
Bukankah mereka telah menyerang lembaga-lembaga amal dan bersemangat untuk menghentikan dan membekukan bantuan (kaum muslimin untuk muslimin). (Amerika) berlagak berbuat baik kepada kerajaan ini di harian-harian mereka yang terkenal. Semoga Allah merendahkan mereka dan menghancurkan berita-berita mereka.
Mereka (Amerika) ingin melecehkan ulama-ulama besar… Mereka menyatakan bahwa para ulama itu mendanai para teroris. Di antaranya sedekah yang diberikan kepada kaum muslimin yang lemah, yang diberikan oleh yayasan sosial.
(Maka) yang mengatakan bahwa Saudi bersama Yahudi dan Amerika, tidak lain hal itu diucapkan oleh orang yang di hatinya ada kedengkian terhadap aqidah ini dan para pemikulnya serta pembelanya. Kedengkian-kedengkian itu hanya akan menjerumuskan para pemiliknya kepada berbagai kehinaan dan kejelekan.
Tidak diragukan lagi, di dunia Islam tidak ada negara yang bisa memberikan bantuan melalui badan-badan dan lembaga-lembaga amal seperti yang dilakukan oleh negara ini. Baik secara pemerintahan atau pribadi.(http://www.sahab.net).

Jadi jelas kekeliruan mereka begitu juga Al Maqdisy yang mempunyai kitab tentang kufurnya Saudi. dan Dr Ayman ini yang mentaqlidi Al Maqdisy dalam hal ini. mengkafirkan pemerintah muslim Saudi dan Ulamanya dengan dasar berita-berita dari orang kafir bahkan orang-orang seperti Al Maqdisy ini sampai lebih hafal undang-undang internasional, apakah ini burhan dari Allah atau berita dari orang kafir?…. kemudian tuduhan bahwa Saudi berwala dengan Amerika yang ini kedustaan belaka..dan mereka sama sekali tidak mempunyai burhan dari Allah dalam hal pengkafiran ini. seperti juga ketika negeri Saudi Masuk ke dalam PBB. yang mereka sama sekali tidak bisa membedakan antara demokrasi yang memutuskan hukum dengan kerjasama dengan orang kafir seperti PBB. yang mereka samakan PBB dengan demokrasi. ingat PBB sama sekali tidak menentukan hukum suatu negara seperti demokrasi walaupun PBB mempunyai majelis atau parlemen layaknya demokrasi. terbukti negeri saudi menerapkan syariat Islam tanpa intervensi dari PBB. begitu juga peristiwa perang teluk.para ulama sudah menjelaskan tentang hal ini.

Al Imam Al Bukhari di dalam shahihnya pada kitabusy Syuruth meletakkan bab berjudul bab: persyaratan-persyaratan dalam jihad dan usaha perdamaian dengan kafir harby(diperangi), serta hokum penulisan persyaratan persyaratan tersebut.
Al Imam Abu Dawud di dalam Sunannya pada Kitabul Jihad meletakkan bab: Hukum Perdamaian dengan Pihak Musuh (Kafir)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah di dalam Al Ikhtiyarat hal 315 mengenai diperbolehkannya perjanjian damai dengan kafir dengan syarat-syarat tertentu yang sesuai dengan maslahat.
Demikian juga Imam Asy Syafi’I rahimahullah menyebutkan di dalam kitabnya yang sangat masyhur yaitu Al Um IV/189, tentang bolehnya perjanjian damai dengan kaum kafir. Dan banyak para ulama-ulama lainnya.
yang lebih jelas lagi dalam hal ini adalah sikap Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam hilful fudhul dan perjanjian hudaibiyyah. Bahkan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam membiarkan nama Muhammad Rasulullah dicoret dan diganti dengan Muhammad bin Abdullah ketika perjanjian hudaibiyyah. Kalau orang-orang khowarij yang sekarang ini ada di masa itu mungkin Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pun akan dicela oleh mereka…seperti tokoh mereka Dzulkhuwaisiroh yang mencela Nabi dengan mengatakan “berlaku adillah wahai Muhammad” seakan-akan nabi bukanlah orang yang adil. ingat perjanjian hudaibiyyah adalah perjanjian pengharaman perang selama sepuluh tahun. Maka ketika orang-orang ini mengkafirkan pemerintah Saudi dan Ulamanya ketika pemerintah Saudi menyetujui yg kata mereka perjanjian tahriimul harb (pengharaman perang) pada tanggal 30 rajab tahun 1350 H, seharusnya jika mereka konsisten mereka musti mengkafirkan nabi dan para sahabatnya…karena nabi dan para sahabat menyetujui perjanjian pengharamam perang yang disebut perjanjian hudaibiyyah…ya memang kenyataannya khowarij ini konsisten..terbukti ketika mereka mengkafirkan Ali dan Muawiyah yang jelas-jelas sahabat nabi shallallahu alaihi wa sallam.

Maka orang-orang seperti Ayman, Al Maqdisy dan lain-lain yang mengkafirkan pemerintah muslim dan ulamanya jelas-jelas manhajnya menyelisihi Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya. mereka mengambil manhaj Dzulkhuwaisiroh dan teman-teman khowarijnya. yang mereka ini sama sekali bukanlah Ulama, namun kebiasaan mereka menggangkat diri menjadi ulama. yang kemudian mereka menodai kehormatan para ulama. adapun tuduhan mereka tentang dipenjaranya orang-orang semisal mereka di penjara saudi, jelas ini tindakan preventif pemerintah Saudi untuk menjaga negerinya dari kekacauan.
Maka cukuplah kita katakan kepada Al Maqdisy, Ayman, Uqola, atau Imam Samudra dan sejenisnya wahai Al Maqdisy kebencian apakah yang menyebabkan dirimu begitu memusuhi sebuah Negara yang telah mendukung dan mengibarkan bendera tauhid? Sehingga engkau sampai lupa terhadap negera-negara yang jelas jelas sesat dan menyimpang. Seperti Iran yang mengibarkan bendera Rafidhoh, atau Sudan yang susunan kabinetnya terdapat lebih sepuluh orang beragama nasrani, bahkan dibangun di negeri tersebut Salib setinggi sepuluh meter dan Paus Paulus ikut berpartisipasi langsung dalam pembangunannya.
Kemudian kita tanyakan kepada dia kalau hal itu terjadi pada petinggi-petinggi Saudi yang mereka itu bukan ulama ataupun mengklaim dirinya sebagai da’i apa kiranya sikap anda wahai Al Maqdisy terhadap tokoh-tokoh yang sepemikiran takfir dengan anda yang katanya paling membenci orang-orang kafir seperti Muhammad Surur, Muhammad Al Mis’ari yang mereka mencela ulama dan mengkafirkan negeri Saudi sementara mereka sendiri meminta perlindungan di Negara-negara kafir seperti Inggris dan diam dibawah undang-undang kekufuran bahkan mendirikan markas disana? Kenapa engkau tidak mengkafirkan mereka?

Islam telah menjaga harta, kehormatan dan raga kaum muslimin. Maka haram melanggarnya dan bersikap keras/ekstrim padanya. Dan termasuk apa yang disampaikan Nabi Shallallahu ‘Alahi Wa Salam pada akhir ucapannya kepada umatnya di saat haji wada’ adalah :

“Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian adalah haram atas kalian sebagaimana haramnya hari, bulan dan negeri kalian ini.”

Kemudian Nabi melanjutkan :

”Sungguh, tidakkah telah kusampaikan?! Ya Alloh persaksikanlah!!” (Muttafaq ‘alaihi dari Abi Bakrah).

Nabi Shallallahu ‘Alahi Wa Salam bersabda :

“Setiap muslim terhadap muslim lainnya, haram darah, harta dan kehormatannya.” (HR Muslim dari Abi Hurairoh).

Nabi Shallallahu ‘Alahi Wa Salam bersabda :

“Waspadalah kalian dari kezhaliman, karena sesungguhnya kezhaliman itu adalah kegelapan pada hari kiamat.” (HR Muslim dari Jabir).

Maka berhati-hatilah dari sikap ekstrim melecehkan para ulama mengkafirkan penguasa muslim dan negeri-negeri kaum muslimin.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Maka wajib bagi seluruh kaum muslimin -setelah mencintai Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya- untuk mencintai orang-orang yang beriman sebagaimana yang telah disebutkan di dalam Al Qur’an, terkhusus para ulama sang pewaris para Nabi, yang diposisikan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala bagaikan bintang-bintang di angkasa yang jadi petunjuk arah di tengah gelapnya daratan maupun lautan. Kaum muslimin pun sepakat bahwa para ulama merupakan orang-orang yang berilmu dan dapat membimbing ke jalan yang lurus.” (Raf’ul Malam ‘Anil Aimmatil A’lam, hal. 3)

Lebih dari itu, melecehkan ulama merupakan ghibah dan namimah yang paling berat (termasuk dosa besar). Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah berkata: “Menggunjing ulama, melecehkan, dan menjelek-jelekkan mereka merupakan jenis ghibah dan namimah yang paling berat, karena dapat memisahkan umat dari ulamanya dan terkikisnya kepercayaan umat kepada mereka. Jika ini terjadi, akan muncul kejelekan yang besar.” (MaYajibu Fit Ta’amuli Ma’al Ulama, hal. 17)
yang sikap mereka ini secara tidak sadar mentaqlidi sikap orang-orang Yahudi yang melecehkan ulama-ulama mereka. inilah sikap yang dihasilkan dari mentaqlidi media-media kafir untuk menghukumi takfir kepada pemerintah muslim dan ulamanya tanpa burhan dari Allah.


Dari Ubadah bin Shamit, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam besabda:
"Bukan dari umatku orang yang tidak menghormati orang besar kami dan tidak menyayangi orang kecil kami dan tidak mengetahui (hak) orang alim kami."(HR. Ahmad dengan sanad hasan, Thabarani dan Hakim, tetapi dalam riwayatnya tertulis: "bukan dari kami". Syaikh al Albany menshahihkannya dalam Shahih Targhib wa Tarhib, 1/116)


semoga hadist dan ayat yang disebutkan diatas menjadi burhan yang jelas dari Allah dan RasulNya. untuk membantah penyimpangan dan kesesatan kaum khowarij yang menuduh tholibul ilm bertaqlid kepada para ulama.dan menjadi bukti justru merekalah yang metaqlidi media kafir untuk menghukumi pemerintah muslim dan ulamanya.
Mudah-mudahan Allah menjauhkan kita semua dari pemikiran-pemikiran yang mudah mengkafirkan dan menetapkan kita diatas sunnah dan manhaj salafusshalih yang adil jauh dari sikap ekstrim khowarij yang memberontak kepada penguasa muslim dan menjauhi para ulama.

“Wahai Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami. Dan janganlah Engkau biarkan kedengkian terhadap orang-orang yang beriman bercokol pada hati kami, Yaa Allah sungguh Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Al-Hasyr: 10)

Amin Yaa Rabbal ‘Alamin…
Maha Suci Engkau Ya Allah, dan dengan memuji-Mu, saya bersaksi bahwa tiada
Tuhan yang berhak disembah melainkan Engkau, saya memohon ampun dan
bertaubat kepada-Mu.

Wallahu A’lam