Saturday, August 26, 2006

Hilful Fudhul Bukan Koalisi Dalam Demokrasi

Hilful Fudhul Bukan Koalisi Dalam Demokrasi
(Pandangan Tajam Politik Kaum Mujtahidin)

oleh : Abu Hanan Sabil Arrasyad

Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, meminta
pertolongan dan ampunan kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari
kejahatan jiwa-jiwa kami dan kejelekan amalan-amalan kami. Barangsiapa
yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak akan ada yang
menyesatkannya. Dan barangsiapa disesatkan oleh Allah, maka tidak akan
ada yang memberi petunjuk kepadanya.

Saya bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan yang berhak untuk
disembah kecuali hanya Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku
bersaksi bahwa Muhammad adalah seorang hamba dan utusan-Nya.
Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik
petunjuk adalah petunjuk Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam.
Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan. Setiap perkara
yang diada-adakan adalah bid'ah. Setiap bid'ah adalah sesat. Dan setiap
kesesatan ada di neraka.

Sebagian tokoh kelompok hizbiyin dan tokoh-tokoh partai politik saat ini
menjadikan kisah Nabi sebelum mendapatkan wahyu yang biasa dikenal
dengan hilful fudhul sebagai dalil koalisi-koalisi yang mereka lakukan
dalam demokrasi.

Sebelum menjelaskan bagaimana peristiwa tersebut ana jelaskan apa
definisi hilful fudhul secara etimologis : Hilful Fudhul adalah
perjanjian yang paling terkenal di dalam sejarah semenanjung Tanah Arab
sebelum Islam.

Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sempat menyaksikan perjanjian
ini yang bermula ketika seorang suku kaum Quraisy enggan membayar harga
barang yang diambil dari keluarga Zubaid. Keadaan ini mengakibatkan
beberapa orang cerdik pandai Mekah menaruh simpati menyebabkan mereka
merasakan perlu mengadakan perjanjian Fudhul di kalangan mereka sendiri
dengan ikrar akan memberikan semua hak-hak orang lain dengan sempurna.

Bagaimana sebenarnya kisah tersebut? Dan penerapannya yang sebenarnya
di dalam Islam?

Bagaimana peristiwa tersebut terjadi?

Ana kutipkan secara ringkas kisah tersebut dari kitab-kitab sirah
seperti Ibn Hisyam, Rahiqul Maqhtum Al Mubarakfury, Ibn Ishaq yang
menceritakan peristiwa tersebut secara panjang.

"Semasa Nabi shallallahu alaihi wa sallam berusia sepuluh tahun, terjadi
peperangan yang terkenal dengan peperangan Fujjar (peperangan penjahat)
karena pelanggaran hukum di bulan-bulan haram, pihak pertama adalah
pihak Quraisy dan Kinanah yang kedua adalah Qais bin Illan, kepala
kabilah bagi Quraisy dan Kinanah adalah Harb bin Umaiyah karena status
beliau yang tinggi di kalangan masyarakat Quraisy serta faktor usia
beliau berdua, Kemenangan pun silih berganti antara kedua belah pihak,di
awalnya pada pihak Qais bin Ilan kemudian pada pihak Harb bin Umaiyah,
yang pada saat itu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam turut serta
dalam peperangan di mana Beliau menyediakan anak-anak panah bagi bapak
dari saudaranya.

Lanjutan dari peristiwa peperangan Al Fujjar, adalah diadakannya satu
perjanjian di dalam bulan Zulqaidah. Salah satu bulan haram, pada bulan
itu dijemput tokoh kabilah-kabilah Quraisy dari Bani Hasyim,seperti Abu
Abdul Mutholib, Asad bin Abdul Uzza, Zuhrah bin Kilab, Taiyim bin
Murrah, Kesemuanya itu berkumpul di kediaman Abdullah bin Jadaan Al
Taimy, karena faktor kedudukan yang amat dihormati dan usia beliau di
antara mereka semua, di dalam perjanjian tersebut mereka setuju untuk
berjanji dan memihak kepada siapa saja yang dianiaya dan dizhalimi dan
bertindak kepada penganiaya tersebut, bahkan Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam menyebutkan "perjanjian yang menyenangkan hatiku, lebih
dari kesenanganku terhadap unta-unta gemuk, sekiranya setelah Islam
datang aku diajak mengadakan persetujuan seperti itu, pasti kusambut
dengan baik"

Perjanjian yang menafikan [ARD: meniadakan] semangat kefanatikan
jahiliyah yang biasanya timbul dari perasaan ashobiyah kebangsaan atau
sukuisme (perkabilahan) disebutkan bahwa sebab disepakatinya perjanjian
ini adalah lantaran seorang pedagang dari Yaman bernama Zubaid ditipu
oleh penduduk Mekkah oleh karena barang dagangan yang dibawa pedagang
tersebut telah dibeli oleh Als Ibnu Wail Al Sahmi namun harganya tidak
diselesaikan oleh penduduk Mekkah. Ketika pedagang tersebut meminta
tolong kepada sekutunya yaitu Abdul Al Dar, Makhzum, Jumah, `Adi,dan
para penduduk Mekkah tidak ada seorang pun yang mempedulikannya. Oleh
karena itu dia menulis sebuah syair dan membacanya dengan keras,
kemudian Al Zubair bin Abdul Muthalib bangun dan bertindak "Apa kalian
ini semua bisu? Kemudian dengan hal itu mereka yang telah mengikat janji
Hilful Fudhul segera bertindak menemui Al A'as bin Wail dan mengambil
barang dagangan lelaki dari yaman tersebut kemudian memulangkan
kepadanya, setelah mereka menyepakati perjanjian Al Fudhul Tersebut.

Dari sini kita bisa ambil ibrah [ARD: pelajaran] yang jelas dari
peristiwa hilful fudhul di atas, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam semenjak sebelum menjadi Nabi pun telah berusaha memberantas
kezhaliman yang beliau sendiri berusaha menjadikan hilful fudhul sebagai
salah satu jalan untuk memberantas kezhaliman tersebut. Lantas apa
perbedaan hilful fudhul dengan demokrasi yang di sana sebagian alasan
para tokoh partai dan kaum hizbiyyun saat ini adalah untuk memberantas
kezhaliman dengan berkoalisi dengan orang-orang kafir dan lainnya,
seperti juga Nabi berkoalisi dengan musyirikin Quraisy saat itu?

1. Jawabnya adalah hilful fudhul tidak pernah membahas memperbincangkan
hukum bahkan memutuskan atau membuat hukum sebagaimana partai-partai di
dalam parlemen membuat dan menyiapkan hukum, yang hal ini jelas-jelas
bertentangan dengan syariat Islam di mana pembuat syariat adalah Allah
bukan manusia.

Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membaca ayat yang artinya:

"Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai
tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putra
Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa;
tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah
dari apa yang mereka persekutukan (QS. At-Taubah 9:31)

Kemudian Adi Ibnu Hatim berkata :"Kami tidak beribadah kepada mereka."
Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Bukankah
mereka telah menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah kemudian
kalian pun menghalakannya dan mereka mengharamkan apa yang dihalalkan
oleh Allah kemudian kalian pun mengharamkannya?" Adi Ibnu Hatim
menjawab:" Ya." Kemudian Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam
bersabda: "Maka itulah bentuk peribadatan kepada mereka." (HR Ahmad dan
Tirmidzi, dan beliau menghasankannya).

2. Hilful fudhul justru memberantas dan menafikan ashobiyah kesukuan dan
mengutamakan keadilan untuk memberantas kezaliman, berbeda dengan
partai-partai di dalam parlemen demokrasi dengan koalisinya yang malah
mengangkat syiar-syiar ashobiyah, kelompok dan memecah belah kesatuan
kaum muslimin, dan koalisi yang mereka lakukan kebanyakan adalah koalisi
semu yang kemudian mudah bercerai berai.

"Kamu kira mereka itu bersatu padahal hati mereka berpecah belah.Yang
demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tiada mengerti"
(QS. Al Hasyr 59:14).

"Dan janganlah kalian termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah,
yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi
beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada
para golongan mereka" (QS. Ar Rum 30:31-32)

3. Demokrasi adalah sebuah cara/metode buatan orang kafir dalam
pengaturan sistem kenegaraan serta dalam pembuatan dan penerapan
hukum/perundang-undangan, yang dianggap baik oleh [ARD: sebagian] kaum
muslimin, bukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan
taqrir (persetujuannya) seperti yang terjadi pada hilful fudhul ataupun
taktik perang parit persia dan baca tulis yang diajarkan para kaum
muslimin oleh tawanan-tawanan musyrik saat itu.

"Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah
yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS.
Al-Maidah 5:50).

"Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang
orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang
telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka
menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya (QS. Al-Kahfi 18:103-104).

4. Demokrasi bertentangan dengan Islam dalam koalisinya berbeda dengan
hilful fudhul, kebenaran menurut demokrasi adalah sesuatu yang
diikuti/disetujui oleh orang banyak, padahal Allah `azza wajalla berfirman:

"Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini,
niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain
hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah
berdusta (terhadap Allah) (QS. Al-An'am 6:116)

sedangkan dalam hilful fudhul adalah orang yang terzhalimi harus
ditolong, walaupun tidak mengikuti kemauan orang banyak, perhatikan
dengan jelas kisah di atas,

"sebab disepakatinya pernjanjian ini adalah lantaran seorang pedagang
dari Yaman keluarga Zubaid ditipu oleh penduduk Mekkah oleh karena
barang dagangan yang dibawa pedagang tersebut telah dibeli oleh Als Ibnu
Wail Al Sahmi namun harganya tidak diselesaikan oleh penduduk Mekkah.
Ketika pedagang tersebut meminta tolong kepada sekutunya yaitu Abdul Al
Dar, Makhzum, Jumah, `Adi, dan para penduduk Mekkah tidak ada seorang
pun yang mempedulikannya"

Lihat mayoritas penduduk Mekkah saat itu tidak memperdulikan pedagang
tersebut, namun karena hilful fudhul maka "kemudian Al Zubair bin Abdul
Muthalib bangun dan bertindak "Apa kalian ini semua bisu? Kemudian
dengan hal itu mereka yang telah mengikat janji Hilful Fudhul segera
bertindak menemui Al A'as bin wail dan mengambil barang dagangan lelaki
dari yaman tersebut kemudian memulangkan kepadanya, setelah mereka
menyepakati perjanjian Al Fudhul Tersebut", lihatlah perbedaan yang
nyata antara hilful fudhul dengan koalisi parlemen dalam demokrasi.

5. Hilful fudhul berorientasi kepada keadilan dan memihak kepada pihak
yang dizhalimi berbeda dengan koalisi dalam demokrasi yang memihak
kepada kepentingan partai-partai yang berkoalisi di dalam parlemen untuk
melanggengkan kekuasaan mereka.

Maka syarat perjanjian dan koalisi di atas demokrasi adalah kebatilan
seperti yang Rasulullah shallallahu sabdakan dalam hadistnya :

"Barang siapa membuat persyaratan(perjanjian) yang tidak sesuai dengan
kitab Allah, maka syarat tersebut batal walaupun mengajukan seratus
persyaratan, karena syarat Allah lebih benar dan lebih kuat" (HR
al-Bukhari : kitabul Buyu') (lihat Ibnu Taimiyah ; al-Majmu' al-Fatawa
35/92-97).

Penerapan Kisah "Hilful Fudhul" di Masa Kontemporer.

Di masa ini di mana ulama adalah sesuatu yang amat langka sekali,
peristiwa semisal hilful fudhul pernah diterapkan oleh salah seorang
ulama yang berpegang kepada manhaj yang haq, manhaj Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Yaitu Fadhilatus
Syeikh Abdul Aziz Bin Baz Rahimahullah dan Lajnah Ad Daimah Saudi
Arabia. Ketika beliau berfatwa membolehkan Pasukan Amerika berada di
Pinggir Padang Pasir Perbatasan dengan Irak dan Kuwait ketika terjadi
Invasi oleh Saddam Husein (Tokoh Partai Baats Sosialis) Irak ke Kuwait
tahun 1992. Sebenarnya hal ini bukanlah hanya pendapat Syeikh Abdul Aziz
Bin Baz rahimahullah saja, bahkan Imam Syafi'i rahimahullah pernah
menyatakan hal tersebut Imam Syafi'I Rahimahullah menegaskan bahwa yang
menjadi ukuran dalam boleh dan tidaknya tahaluf (yang artinya secara
etimologi dari kata al-hilfu yakni ai al-`ahdu yaitu perjajian, dan
sumpah) dengan non muslim adalah kemaslahatan umat (lihat Mughni
al-Muhtaj; 4/221).

Saat itu para ulama Lajnah Ad Daimah yang diketuai beliau berfatwa
membolehkan meminta bantuan kepada non muslim dalam hal menghentikan
kezhaliman yang dilakukan oleh saudara yang seagama. Apalagi negara
tetangga Saudi Arabia waktu itu tidak satu pun yang mendukung negeri
Saudi Arabia, bahkan mereka memberi bantuan moril kepada presiden Irak
yang nyata-nyata melakukan kezhaliman saat itu dengan mencaplok Kuwait
dan akan menyerang Saudi Arabia. Namun sekelompok kecil dari generasi
muda yang terpengaruh kaum hizbiyyun menentang kebijakan yang dilakukan
Sang Raja berdasarkan fatwa para ulama itu. Ketika itu persoalan
bertambah rumit lagi. Saat itu para generasi muda menyebarkan berbagai
fitnah terhadap penguasa dan ulama. Maka dicela dan dihujatlah Syeikh
sebagai ulama penjilat penguasa, ulama haid dan nifas, ulama Amerika dan
tuduhan-tuduhan keji lainnya yang seharusnya tidak keluar dari
orang-orang yang mengaku para da'i dan para aktivis dakwah. Namun Syeikh
yang alim dan bijak ini menghadapinya dengan pandangan yang jernih dan
tidak tertipu dengan realita dan atau fiqhul waqi yang biasa
didengungkan oleh kaum hizbiyyun hal tersebut tidak membuatnya untuk
berbuat sesuatu yang di luar aturan syar'i. Setelah Saddam kembali
meninggalkan Kuwait. Suara-suara sumbang masih terdengar dari sekelompok
generasi muda hizbiyyun, beliau dituduh meminta bantuan orang kafir
untuk membunuh saudara-saudara seiman. Padahal yang terjadi adalah
sebaliknya beliau meminta bantuan orang kafir untuk menghentikan
pembunuhan sesama muslim dan menghentikan kezhaliman seperti yang
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam lakukan dalan hilful fudhul
dengan kaum musyrikin Quraisy serta untuk melindungi Mekkah dan Madinah,
satu-satunya tempat dan wilayah yang berdasarkan Al Quran dan Sunnah
sebagai simbol Islam yang tegak di muka bumi ini.

Sebenarnya para pemuda hizbiyyun saat itu tertipu oleh waqi' (realita)
yang katanya mereka paling faham dengan fiqhul waqinya, mereka tertipu
oleh Saddam yang menggunakan simbol-simbol Islam untuk melancarkan
kezhalimannya, salah satunya adalah Saddam memasang di bendera Irak
tambahan tulisan Allahu Akbar sehingga seakan-akan mereka sedang
memancangkan bendera Islam, padahal Saddam adalah seorang Baats
Sosialist yang amat fanatik. Dan para pengikut Baats ini banyak
orang-orang yang jahat bahkan tidak sholat walaupun mereka mengaku
muslim. Hal ini telah diketahui oleh Syeikh Abdul Aziz Bin baz
Rahimahullah saat itu, karena beliau termasuk yang aktif menasihati
Saddam Husein sebelumnya dengan mengirimkan surat kepada Saddam,
sayangnya hal ini tidak difahami dan diketahui oleh kaum hizbiyyun saat itu.

Memang benar saat itu sebagian besar Mujahidin Arab Saudi telah banyak
kembali dari medan jihad di Afghanistan setelah terjadi perebutan
kekuasaan disana antara kaum hizbiyyun, syiah dan sufiyun dan sisa-sisa
pengikut Soviet yang bergabung dalam Aliansi Utara oleh Jenderal Dostum.
Sementara lainnya bermukim di Pakistan yang akhirnya menjadi cikal bakal
dari Thaliban. Di antara peristiwa yang menyebabkan Mujahidin Arab Saudi
kembali ke negaranya adalah kezhaliman kaum hizbiyyun terhadap para
pengikut Ulama Salafiyyun di Kunar yang dipimpin oleh Syaikh
Jamilurrahman menerapkan Islam di sana.

"Dipicu kegerahan kaum Quburiyin melihat perkembangan dakwah tauhid yang
marak di wilayah Kunar. Kebencian kaum Quburiyin terhadap kaum
Muwahhidin yang mereka juluki Wahhabiyah ini memuncak hingga sebagai
klimaksnya adalah pengepungan wilayah Kunar dan pembantaian penduduknya
yang mayoritas adalah para Muwahhidin. Hingga beredarlah semboyan di
tengah-tengah mereka bahwa "membunuh seorang wahabi lebih baik daripada
membunuh sepuluh orang komunis!" Hingga akhirnya Syaikh Jamilurrahman
Rahimahullah juga terbunuh tidak lama setelah itu oleh seorang jurnalis
hizbiyyun. Setelah peristiwa berdarah itu, kaum Quburiyin yang dipimpin
oleh Hikmatyar menggelar tabligh akbar menyatakan berlepas diri dari
peristiwa tersebut, ironinya hal ini disambut gegap gempita oleh
Ikhwaniyin (pengikut Ikhwanul Muslimin)! Inna Lillahi wa inna Ilaihi
raji'un". (tulisan Ustadz Abu Ihsan Al Atsary salah seorang yang pernah
ikut berjihad di Afghanistan dan belajar di Pakistan).

Banyaknya mujahidin yang kembali ke Arab Saudi ini dijadikan alasan
untuk mencela Syaikh Abdul Aziz Bin Baz rahimahullah oleh kaum
hizbiyyun. Di antaranya yang dilakukan oleh Dr Safar Hawali yang
menyebutkan bahwa seharusnya dibiarkan saja mujahidin Arab Saudi
tersebut yang menjaga perbatasan dan bertempur melawan orang-orang Irak
pengikut Saddam Husein. Justru di sinilah kebijaksanaan dan kefaqihan
Syeikh Abdul Aziz Bin Baz rahimahullah dibuktikan, beliau tidak tertipu
sama sekali dengan waqi' (realita) yang beredar namun beliau memahami
politik yang beliau lakukan sebagai politik Mujtahidin yang benar-benar
berdasarkan Al Qur'an dan Sunnah sesuai pemahaman salafusshalih.

Hasilnya adalah kaum muslimin tidak saling membunuh saat itu antara
pasukan Irak dan mujahidin Arab Saudi. Bahkan kenyataan yang amat
mengejutkan adalah justru dibalik itu semua terdapat hikmah yang amat
besar di antaranya adalah begitu banyaknya tentara Amerika yang masuk
Islam. Pengakuan salah seorang komandan angkatan perang Arab Saudi bahwa
mereka lebih sibuk menghadapi orang-orang Amerika yang ingin masuk Islam
dari pada menghadapi kemungkinan serangan Saddam. Kalau saja Saddam
berhasil menguasai Arab Saudi pada saat itu tentu akan lenyap
satu-satunya kekuasaan yang berlandaskan Islam di muka bumi ini. Begitu
juga salah seorang wartawan majalah Tarbawi yang pernah menceritakan
kisah tentang kunjungannya ke Amerika yang dia bertemu seorang Jenderal
di AD Amerika yang ternyata seorang muslim walaupun masih menyembunyikan
keislamannya dan penurut pengakuan jenderal tersebut bahwa banyak di
Angkatan bersenjata Amerika yang telah menjadi muslim, namun masih
seperti dia menyembunyikan keyakinannya dengan alasan keamanan.

[ARD: disebutkan dalam Mereka Adalah Teroris, hlm. 399 bahwa seorang
pegawai perusahaan minyak ARAMCO, Muhammad al-Akkas, dengan izin Allah,
telah berhasil meng-Islamkan 2000 tentara Amerika Serikat.]

Begitulah pandangan tajam ulama mujtahidin yang dengan bashirahnya tidak
mudah tertipu oleh realita (waqi) dan tetap istiqomah di atas Al Qur an
dan Sunnah sesuai yang difahami Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
dan para sahabat yang menyebabkan kemaslahatan yang benar-benar hasil
dari ketaatan kepada Syariat Allah bukan kemaslahatan hasil pemikiran
pribadi atas realita (waqi).

Ya Allah, tunjukkanlah kebenaran itu sebagai kebenaran dan berilah kami
kekuatan untuk mengikutinya, serta tunjukkanlah kebatilan itu sebagai
sebuah kebatilan, dan berilah kami kekuatan untuk menjauhinya.

Maha Suci Engkau Ya Allah, dan dengan memuji-Mu, saya bersaksi bahwa
tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Engkau, saya memohon ampun
dan bertaubat kepada-Mu.

Wallahu A'lam

1 Comments:

At 5:12 AM , Blogger Tinta.Muallimah said...

Aslkm. Saya mohon izin post artikel ini dalam blog saya.

 

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home