Friday, February 17, 2006

Merajut Ukhuwwah di Atas Al Qur’an dan Sunnah

Oleh : Abu Hanan Sabil Arrasyad

Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, meminta pertolongan
dan ampunan kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan
jiwa-jiwa kami dan kejelekan amalan-amalan kami. Barangsiapa yang diberi
petunjuk oleh Allah, maka tidak akan ada yang menyesatkannya. Dan
barangsiapa disesatkan oleh Allah, maka tidak akan ada yang memberi
petunjuk kepadanya.

Saya bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan yang berhak untuk
disembah kecuali hanya Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku
bersaksi bahwa Muhammad adalah seorang hamba dan utusan-Nya.



Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik
petunjuk adalah petunjuk Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam.
Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan. Setiap perkara
yang diada-adakan adalah bid'ah. Setiap bid'ah adalah sesat. Dan setiap
kesesatan ada di neraka.

Ukhuwwah Islamiyah adalah suatu karunia yang Allah Ta’ala berikan ke dalam
hati-hati hambanya yang ikhlas, dan orang-orang yang bertaqwa kepadaNya.
Allah tegaskan hal ini pada ayat berikut:

“ Seandainya engkau belanjakan apa yang ada di bumi semuanya, tidaklah bisa engkau persatukan antara hati
mereka, tetapi Allah lah yang mempersatukan antara mereka”(Al Anfal: 63).

“ Dan ingatlah ni’mat Allah atas kamu, tatkala kamu bermusuh-musuhan,
lalu ia jinakkan antara hati-hati kamu, lantas dengan ni’mat Allah kamu
jadi bersaudara” (Ali Imran: 103).

Ukhuwwah adalah kekuatan yang bersumber dari iman atau aqidah yang
melahirkan perasaan spiritual berupa kasih sayang, kecintaan, kemuliaan
dan rasa percaya dan mendahulukan kepentingan kepada saudara seaqidah. Dan
darinya akan timbul sikap tolong menolong, mengutamakan orang lain, rasa
sayang pemaaf, pemurah, setia kawan dan sikap-sikap mulia lainnya. Maka
jelaslah bahwa ukhuwwah Islamiyah adalah sifat yang menyatu dengan iman
dan taqwa. Kedua komponen ini tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya,
Allah Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu tidak lain melainkan bersaudara” (Al
Hujurat: 11).

Dari ayat ini terlihat jelas bahwa hanya dengan iman atau tauhid lah kita
dapat berukhuwwah, bukan dengan ikatan-ikatan semu seperti kelompok,
partai dsb. Karena hanya Allah Ta’ala lah yang dapat menyatukan hati-hati
manusia, dan hati-hati manusi akan bersatu karena tauhid, oleh karena itu
yg disebut di ayat ini adalah lafadznya adalah mukmin bukanlah hanya
muslim sebagai syarat ukhuwwah tersebut.

“ Teman-teman akrab pada hari itu sebagianya menjadi musuh sebagian yang
lain, kecuali orang yang bertakwa”( Az Zukhruf: 67).

Jika ukhuwwah kosong dari iman maka yang menjadi ikatannya adalah
kepentingan pribadi atau kelompok, partai dsb. Hal ini jelas cepat atau
lambat akan menghancurkan nilai ukhuwwah itu sendiri. Sedangkan
persahabatan yang lepas dari akar taqwa sudah tentu akan menghasilkan
permusuhan dan kebencian, seperti tampak pada awal terjadinya konflik
dalam sejarah manusia, persaingan merebut harta rampasan (ghanimah) dan
mengejar kepentingan dan keuntungan.

Maka jika anda menjumpai seseorang mengaku berukhuwwah tetapi tidak
memperhatikan pentingnya masalah iman (aqidah) dan taqwa maka berarti
ukhuwwah itu palsu dan semu.Begitu pula jika seorang itu mengaku beriman
dan bertaqwa, tetapi tidak memiliki rasa ukhuwwah berarti imannya masih
setengah-setengah dan taqwanya palsu. Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda:

“ Tidak beriman seorang dari kamu sehingga ia mencintai saudaranya
sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri” (HR Bukhari-Muslim).

“ Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan” (Al Maidah: 2).

Orang-orang yang sikap kemanusiaannya dibentuk dari rasa iman dan taqwa
bukan kepentingan pribadi, kelompok/partai, dan golongan. Jika bertemu
dengan orang yang seiman dengannya maka timbulah rasa simpati antar
mereka. Ketika rasa cinta (mahabbah) mulai mekar di hati, ukhuwwah
merambat ke seluruh peredaran darahnya, maka rasa suka cita memancar di
wajahnya. Selanjutnya berjalan bersama saling bahu membahu dengan penuh
kejujuran dan kesetiaan di bawah naungan cinta (mahabbah) yang tulus.
Sebaiknya jiwa yang tumbuh di atas tumpukan kekejian dan berakar pada
ambisi pribadi kelompok dsb. Tak mungkin menyatu dengan jiwa yang dipenuhi
dengan iman dan taqwa meskipun dipaksakan. Sebab keduanya saling bertolak
belakang. Keduanya berasal dari Aqidah dan Manhaj (metode) yang
bertentangan, sebagaimana ilmu dan kejahilan tidak mungkin bersatu.

Sehingga jelaslah bahwa berbeda Aqidah dan manhaj(metode) tidaklah mungkin
menyatukan manusia dalam ukhuwwah yang hakiki.
“ Manusia adalah barang tambang seperti tambang emas dan perak. Orang yang
terpilih dari mereka pada zaman jahiliyah, adalah orang yang terpilih di
dalam Islam apabila mereka memahami. Ruh-ruh itu adalah tentara yang
dikumpulkan. Maka yang saling mengenal akan berkumpul, dan yang saling
tidak mengenal akan berpisah” ( HR Bukhari dan Muslim).

Syarat-syarat Ukhuwwah.

1. Ikhlas
Ukhuwwah Islamiyah akan terlaksana selama pelaku-pelakunya mampu
membebaskan diri dari kepentingan-kepentingan pribadi, kelompok,
partai dan golongan.dan hanya menjadikan Allah Ta’ala
semata-mata sebagai tujuan. Sehingga landasan yang dipakai dalam
berjuang adalah landasan Islam bukan hanya label namun juga
aplikasi dan pengamalan. Kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah
dengan pemahaman sahabat dalam seluruh aspek kehidupan. Dengan
demikian barulah hasil positifnya dapat dirasakan masyarakat.
Dan keharumannya kembali kepada Islam bukan kepada pribadi,
partai atau kelompok. Sehingga jelaslah kemuliaan ukhuwwah
Islamiyah itu.

2. Dilandasi loyalitas (Al Wala) dan Berlepas diri (Baro) yang dibingkai
dengan Al Qur’an dan Sunnah.
Tak dapat disangkal lagi bahwa ukhuwwah Islamiyah hanya akan
terwujud diantara orang-orang beriman dan bertaqwa. Artinya
seorang muslim hanya mengambil mukmin dan muttaqin menjadi
temannya.
“ Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wasallam bersabda ‘
Seseorang itu menurut agama sahabat dekatnya maka hendaklah kamu melihat
dengan siapa ia bersahabat” ( HR Dawud dan Tirmidzi).
Ukhuwwah Islamiyah yang dibentuk dari pribadi mukmin dan muttaqin
ikatannya sangat kuat dan kokoh, tak akan goyah meski badai fitnah
melandanya karena mereka bersaudara berlandaskan ilmu dan aqidah/
keyakinan yang haq.

3. Tegak Berasas Nasihat Karena Allah
Seorang muslim harus menjadi cermin bagi saudara mu’min lainnya.
Ia akan terus untuk selalu meningkatkan kebajikan, sebaliknya
jika terdapat kekurangan pada diri saudaranya ia akan
menasehatinya dengan cara yang baik dan menganjurkannya agar
segera bertaubat kembali kepada petunjuk agama yang Haq. Dengan
demikian terjadilah tolong menolong yang penuh keberkahan jauh
dari fanatisme semu. Sekaligus mendorong terbentuknya
persaudaraan atas dasar Islam dengan neraca syariatNya.
“ Demi Masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya
menetapi kesabaran” ( Al ‘Ashr: 1-3)
Imam Syafi’i, seorang ulama salaf termuka dengan pandangan yang tajam
mengatakan “ Andaikan Al Qur’an itu hanya surat Al Ashr, maka itu sudah
cukup menjadi hujjah dari Allah kepada manusia”.


4. Komitmen (Iltizam) dengan metode (Manhaj) Pemahaman Yang Benar
Hal ini akan terwujud jika mereka-mereka yang bersaudara ini
setia untuk tetap berhukum kepada hukum Allah dan mengembalikan
semua masalah kepada Allah dan RasulNya.
“...Jika kalian berbeda pendapat, maka kembalikanlah semuanya kepada Allah
dan RasulNya jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (An Nisa:
59).
Bagaimana metode (manhaj) yang benar dalam berukhuwwah, sedangkan hari ini
seluruh da’i menyerukan kembali kepada Al Qu’ran dan Sunnah namun
kenyataannya umat tetap berpecah dan tidak berukhuwwah dengan benar? Hal
ini disebabkan mereka memahami Al Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman
mereka sendiri bukan dengan pemahaman para Sahabat (Salaf) Radhiyallahu
Anhum yang jelas dijamin di Dalam Al Qur’an dan Sunnah.

“ Orang-orang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara
orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan ihsan, Allah ridha kepada mereka dan merekapun Ridha kepada
Allah...”(At Taubah: 100).

Pemahaman merekalah yang harus kita contoh dalam segala hal termasuk dalam
berukhuwwah, mungkin sebuah kisah ini dapat menjadi sebuah renungan bagi
kita bagaimana mulia dan tingginya ukhuwwah mereka.

“Al Adawi dari Al Quthubi, ia berkata: “ Ketika berkecamuknya perang
Yarmuk, aku pergi mencari keponakanku dengan tujuan memberikan minum pada
saat dia akan menemui ajalnya. Lalu, keponakanku kutemui dalam keadaan
sekarat. Seterusnya aku dekati dengan membawa sedikit air dan aku
bertanya,’Maukah kamu meminum air ini?’Ia menganggukkan kepalanya.
Tiba-tiba terdengar rintihan temannya yang sangat mengharukan.haus, haus.
Dia mengisyaratkan agar aku menemuinya. Setelah aku temui ternyata ia
adalah Husein bin Ash. Kemudian aku berkata, ‘Maukah kamu minum air
ini?’Ia menggaukkan kepalanya. ‘tetapi Husein kemudian menolak karena
mendengar orang lain yang merintih pula, dan mengisyratkan kepadaku agar
aku menemuinya. Ketika aku menjumpainya, ternyata dia telah syahid. Lalu
aku kembali kepada Husein, dia pun telah syahid pula. Dan seterusnya aku
bergegas menemui keponakanku lagi, dan ternyata dia juga sudah syahid
Akhirnya ketiga orang tersebut tidak ada satupun yang meminum air tersebut
karena lebih mengutamakan orang lain daripada dirinya”

Itulah sekeping mutiara dari lautan atsar para sahabat yang mulia, maka
sangat terlaknatlah orang-orang yang mencela para sahabat Radhiyallahu
Anhum,dan orang-orang yang berusaha mengikuti mereka dengan dalam kebaikan
dan ihsan. Justru hendaklah sikap generasi Islam terdahulu (Salafusshalih)
yang luar biasa ini menjadi tuntunan bagi kita.

Di akhir risalah ini mualif teringat perkataan Ali bin Abi Thalib Ra: dari
Abu Ishaq as Sabi’i, Imam Ar Rofi’i meriwayatkan:
Jadikanlah engkau sumber tambang kebaikan, dan maafkanlah segala kesalahan
yang menyakitkan. Sesungguhnya engkau dapat melihat apa yang engkau
lakukan dan dapat mendengar apa yang engkau ucapkan.
Jika kau mencintai seseorang, cintailah ia dengan cinta yang sewajarnya
saja. Sesungguhnya kamu tidak tahu kapan cinta itu akan kembali.

Maha Suci Allah segala puji bagiNya dan aku bersaksi tidak ada Tuhan
selainNya aku memohon ampun kepadaNya dan aku bertaubat hanya kepadaNya.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home