Friday, February 17, 2006

Janganlah Engkau Pertaruhkan Kaum Muslimin

(Larangan Meminta Jabatan Dalam Islam)

Oleh : Abu Hanan Sabil Arrasyad

Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, meminta pertolongan
dan ampunan kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan
jiwa-jiwa kami dan kejelekan amalan-amalan kami. Barangsiapa yang diberi
petunjuk oleh Allah, maka tidak akan ada yang menyesatkannya. Dan
barangsiapa disesatkan oleh Allah, maka tidak akan ada yang memberi
petunjuk kepadanya.

Saya bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan yang berhak untuk
disembah kecuali hanya Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku
bersaksi bahwa Muhammad adalah seorang hamba dan utusan-Nya.

Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik
petunjuk adalah petunjuk Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam.
Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan. Setiap perkara
yang diada-adakan adalah bid'ah. Setiap bid'ah adalah sesat. Dan setiap
kesesatan ada di neraka.

Dari Abu Musa Radiyallahu anhu katanya: Aku dan dua orang lelaki dari
kaumku bertemu dengan Nabi shallallahu alaihi wa sallam Salah seorang dari
kedua lelaki tersebut berkata: Angkatlah kami menjadi pemimpin wahai
Rasulullah!. Yang seorang lagi juga berkata demikian. Lalu baginda
bersabda: "Sesungguhnya kami tidak mengangkat dalam urusan ini siapa yang
memintanya atau bercita-cita untuk mendapatkannya" (Hr Bukhari dan
Muslim).

Hadist diatas menjelaskan kaidah besar bagi kaum muslimin dalam urusan
kepemimpinan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak
memberikan jabatan kekuasaan kepada orang yang meminta jabatan dan
menginginkan jabatan tersebut.

Al Imam Al Baidawi bahkan dengan tegas menjelaskan “ tidak sepatutnya
seorang yang berakal merasa gembira menerima kenikmatan yang akan diikuti
dengan penyesalan, berkata Al Muhallab “ keinginan untuk memperoleh
kekuasaan adalah sebab terjadinya peperangan diantara manusia karena hal
tersebut ditumpahkannya darah, tercemarinya harta dan kehormatan (Imam Ibn
Hajar Al Asqolani Fathul Bari syarah shahih bukhari)

Dalam Hadist lainnya yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim,
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam menasihati sahabatnya Abdurrahman
bin Samurah Wahai `Abd ar-Rahman! Janganlah engkau meminta kepemimpinan.
Sesungguhnya jika engkau diberikannya dengan pemintaan maka engkau
ditinggalkan (tidak ditolong Allah dalam mengurusnya). Sekiranya engkau
diberikannya tanpa pemintaan maka engkau dibantu" (Hr Bukhari dan Muslim).

Al Imam al-Hafiz Ibn Hajar al`Asqolani menjelaskan dalam Fathul Bari:
"Maksud hadist di atas ialah siapa yang meminta kepemimpinan lalu
diberikan kepadanya maka dia tidak diberikan bantuan disebabkan
keinginannya...".katanya lagi: "siapa yang tidak mendapat bantuan dari
Allah terhadap pekerjaannya maka dia tidak akan mempunyai kemampuan
melaksanakan pekerjaan tersebut. Oleh karena itu maka tidak sepatutnya
diterima pemintaannya (untuk menjadi pemimpin) (Taisir al-Karim ar-Rahman,
763, Cetakan Muassasah al-Risalah, Beirut)

Maka wajar hari ini kita saksikan hari ini kaum muslimin yang terjerumus
dalam lembah politik demokrasi, dengan partai-partainya mencari jabatan
kepemimpinan walaupun dengan berbagai alasan yang mereka paksakan, mereka
sama sekali tidak berhasil menegakkan syariat Islam di muka bumi ini,
walaupun mereka telah lelah berkali-kali masuk parlemen untuk mencari
kekuasaan dan kepemimpinan yang mereka kira dapat merubah nasib kaum
muslimin, Sungguh mungkin mereka lalai dari ayat Allah

Sesungguhnya Allah tidak akan merubah. nasib suatu kaum, sampai kaum itu
merubah nasibnya sendiri ( Qs Ar-ra’d:11 )

Allah jelaskan di ayat tersebut bahwa merubah nasib kaum muslimin adalah
dengan cara merubah diri-diri mereka (kaum muslimin) sendiri, bukan
mengejar kekuasaan dan kepemimpinan seakan-akan kepemimpinan itulah yang
dapat merubah nasib kaum muslimin.

Maka ibroh dari hadist dan ayat diatas jelas, dengan kata lain, siapa yang
meminta kepemimpinan, maka Allah tidak akan menolongnya jika dia
memerintah. Siapa yang tidak ditolong Allah tentu dia gagal melaksanakan
amanah seperti yang dikehendaki Allah, sama saja baik yang kecil ataupun
yang besar dan dalam urusan apapun. Orang tersebut telah dipastikan tidak
akan dibantu Allah adalah nyata sebuah kegagalannya sejak pertama, maka
wajar jika dia dihalangi dari mendapatkan kepemimpinan tersebut.

Bahkan yang lebih jelas lagi diantara partai-partai di dalam tubuh kaum
muslimin yang terjerumus dalam lembah demokrasi mereka menginginkan
kepemimpinan berkampanye mempromosikan diri mereka, menggangkat diri
mereka, mereka meletakkan kesucian kepada diri mereka, padahal jelas Allah
telah berfirman "... maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah
yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa."(An-Najm: 32).

Syeikh Abdurrahman Nasir as sa'di rahimahullah dalam tafsirnya
menjelaskan "Ayat tersebut bermaksud jangan kamu memberitahu manusia
mengenai kesucian (kebaikan) dirimu karena mencari pujian di sisi mereka
(Taisir al-Karim ar-Rahman, 763, Cetakan Muassasah al-Risalah, Beirut)

Maka Al Imam as Syaukani rahimahullah mengatakan “Kesimpulannya, apabila
seseorang yang meminta kepemimpinan maka tidak mendapat pertolongan Allah,
maka apa-apa jabatan yang dipegangnya akan menjatuhkannya dalam kesusahan
dan kerugian dunia dan akhirat, maka tidak dihalalkan mengangkat orang
seperti itu” (Nailul-Autar, 9/159, cetakan Darul Jail, Beirut).

Maka dari semua penjelasan di atas terjawablah mengapa kaum muslimin yang
diwakili oleh harakah-harakah Islam saat ini, yang mereka memperjuangkan
Islam melalui pintu demokrasi dengan berparlemen mencari kepemimpinan,
mereka belum dapat berhasil menegakkan syariat Islam di negeri-negeri kaum
muslimin, dikarenakan cara yang mereka pakai menyelisihi sunnah Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam dan perjalanan para sahabat yang mengikuti
beliau dengan ittiba. Kemudian di sebagian tempat ketika mereka berkuasa
sekalipun mereka justru terjerumus kepada praktek sekularis dan liberalis
dikarenakan mereka berjuang melalui jalur kaum liberalis yaitu demokrasi
yang memang alat imprealis untuk memecah belah kaum muslimin.

Maka dalih-dalih yang mereka biasa pakai diantaranya bahwa demokrasi
sebagai sarana mengambil manfaat pun tertolak karena telah jelas kaidah
ushul fiqh yang menyatakan
dar'ul mafasid muqoddamun 'ala jalbil masholih". Artinya, mencegah
kerusakan harus didahulukan daripada berniat mengambil manfaat.

maka kita katakan memang demokrasi menurut anda ada manfaatnya namun
mudharatnya jelas lebih besar dari manfaat tersebut seperti juga judi dan
khamr yang mempunyai manfaat.

“Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, akan tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya".(Qs
Al-Baqarah: 219).

Wahai saudaraku janganlah berjudi mempertaruhkan kaum muslimin di
meja-meja pemilu , ada kalah, ada menang, sungguh wahai saudaraku kita
akan selalu kalah,

Mengapa?

karena kita bukanlah penjudi yang baik. dan karena jalan itu bukanlah
jalan yang Allah tetapkan dalam perjuangan Islam.ingat bukan kemenangan
disisi manusia yang kita cari wahai saudaraku.

Ya Allah, tunjukkanlah kebenaran itu sebagai kebenaran dan berilah kami
kekuatan untuk mengikutinya, serta tunjukkanlah kebatilan itu sebagai
sebuah kebatilan, dan berilah kami kekuatan untuk menjauhinya.

Maha Suci Engkau Ya Allah, dan dengan memuji-Mu, saya bersaksi bahwa tiada
Tuhan yang berhak disembah melainkan Engkau, saya memohon ampun dan
bertaubat kepada-Mu.

Wallahu A’lam

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home