MENINGGALKAN SALAFUSSHALIH DAN MENGAMBIL KEBAIKAN SETIAP FIRQOH?
Oleh : Abu Hanan Sabil ArrasyadSesungguhnya segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, meminta pertolongan
dan ampunan kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan
jiwa-jiwa kami dan kejelekan amalan-amalan kami. Barangsiapa yang diberi
petunjuk oleh Allah, maka tidak akan ada yang menyesatkannya. Dan
barangsiapa disesatkan oleh Allah, maka tidak akan ada yang memberi
petunjuk kepadanya.
Saya bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan yang berhak untuk
disembah kecuali hanya Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku
bersaksi bahwa Muhammad adalah seorang hamba dan utusan-Nya.
Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik
petunjuk adalah petunjuk Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam.
Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan. Setiap perkara
yang diada-adakan adalah bid'ah. Setiap bid'ah adalah sesat. Dan setiap
kesesatan ada di neraka.
Sungguh hari ini kita hidup ditengah perpecahan dan perselisihan yang
disebabkan oleh firqoh-firqoh di dalam tubuh kaum muslimin, maka sungguh
benar sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
“ … Barangsiapa di antara kalian berumur panjang, niscaya akan melihat
perselisihan yang banyak. Maka tetaplah kalian berpegang teguh dengan
sunnahku dan sunnah khulafaur rasyidin yang mendapat petunjuk. …”(HR
Nasa’I dan Tirmidzi: HASAN SHAHIH. Lihat Kitab Firqah Najiyah oleh Syaikh
Jamil Zainu)
Maka untuk memilih jalan sunnah kita membutuhkan ilmu dan menanamkan
kepada diri kita kesiapan untuk menerima nasihat dan didalam menempuh
jalan ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi bimbingan:
“… yaitu mereka yang mendengarkan perkataan yang baik, dan mengikuti yang
terbaik diantaranya.” (QS Az Zumar:18)
Maka mencari ilmu dari ahlul ilmi dari mana pun adalah sebuah kebaikan,
karena hikmah itu adalah milik muslim yang hilang, maka ambillah ia dari
mana pun engkau mendapatkannyu. Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam
menasihatkan: “… Terimalah kebenaran itu apabila engkau mendengarkannya,
karena atas kebenaran itu ada cahaya.”
(Shahih Abi Dawud, jilid 3, hal 872, hadits ke 3855).
Maka tolok ukur utama kita dalam menilai kebenaran dan mengambil ilmu,
yang pertama adalah ada tidaknya dalil tentangnya karena Rasulullah saw
mengatakan: “Barang siapa melakukan suatu amal yang tidak ada contohnya
dari kami, maka amalan ibu tertolak.” (HR Mutafaqun ‘alaih)
Kemudian yang kedua, sesuaikah dengan pemahaman para salafush-shalih yang
Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam mengazakan tentang mereka:
“Sebaik-baik generasi adalah generasiku, kemudian generasi orang-orang
sesudahnya, dan kemudian orang-orang yang sesudahnya.” (HR Arba’ah)
Allah Tabaraka Wa Ta’ala pun mengatakan tentang pemahaman para shahabat
radhiyallaahu ‘anhum ajma’in dengan firman-Nya: “Maka jika mereka beriman
kepada apa yang kalian telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah
mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada
dalam permusuhan.” (QS Al Baqarah: 137)
Seandainya apa yang kita pahami sesuai dengan pemahaman mereka maka itulah
al-haqq, maka siapa pun yang berada di atas pemahaman ini maka merekalah
yang disebut al-firqatun najiyah, merekalah assawaadul a’zham, dan itulah
al-jama’ah, sebagaimana dikatakan Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam:
“Setiap yang mengikuti sunnahku dan para shahabatku.” ; “Kalian wajib
berpegana teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafaui rasyidin” (HR Abu
Daud dan Tirmidzi). Ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu: “Al Jama’ah itu ialah
setiap yang sesuai dengan al-haqq walau engkau seorang diri.” Dalam
riwayat yang lain dikatakan: “Al Jama’ah adalah siapa saja yang sesuai
dengan ketaatan kepada Allah walaupun engkau sendirian.” Ibnu Khallal
rahimahullaah mengatakan: “Al Jama’ah ialah Jama’atul Muslimin, yaitu para
shahabat serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan ihsan sampai Hari
Akhir. Mengikuti mereka adalah hidayah dan menyelisihi mereka adalah
sesat.”
Maka jika ada seorang yang mengatakan ambilah kebaikan dari setiap firqoh
, ambilah adab dari jama’ah tabligh, ambillah jihad dari ikhwanul
muslimin, ambilah politik dari hizbut tahrir, dan seterusnya…kemudian
mereka membiarkan kesalahan yang terjadi para mereka, Sungguh orang ini
dengan tidak langsung menuduh salafushalih (Nabi dan para sahabatnya)
tidak mengerti adab, jihad bahkan politik….mengapa tidak kita ambil saja
semua itu dari mereka (salafushalih) bukankah mereka adalah sebaik-baik
panutan kita ? dan orang-orang yang lebih layak kita contoh. Lau kaana
khairan lasabaquunna ilaihi (seandainya hal itu baik tentulah para sahabat
telah mendahului kita mengamalkannya).
Atau mereka ini menyamakan menyandarkan diri kepada salafusshalih dengan
bentuk-bentuk hizbiyah yang ada sungguh sangat berbeda antara orang yang
menyandarkan diri kepada seorang mujtahid yang kadang benar kadang salah,
fanatik kepadanya, loyal dan benci karenanya dengan seseorang yang
menyandarkan diri kepada suatu kaum yang selamat, terjaga dari
penyimpangan dan kesesatan ketika muncul perselisihan.
“Artinya : Dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan
semua masuk neraka kecuali satu. Beliau ditanya : ‘Siapa mereka wahai
Rasulullah ?’ Jawaban beliau : ‘Mereka adalah orang-orang yang berada di
atas apa yang aku dan sahabatku berada di atasnya” [Abu Dawud 4586,
Tirmidzi 2640, Ibnu Majah 3991 Ahmad 2/332]
Seakan-akan orang seperti inipun membiarkan perpecahan diantara kaum
muslimin, sesungguhnya Allah Taala telah mengabarkan tentang mereka dalam
al-Quran. Ia berkata ,"Janganlah kalian menjadi orang-orang yang berpecah
belah dan berselisih setelah datang kepada mereka keterangan. Dan mereka
mendapatkan adzab yang besar". Ia berfirman,"Sesungguhnya orang-orang yang
memecah belah agama mereka dan mereka (terpecah-belah menjadi beberapa
golongan) tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu terhadap mereka". Ibnu
Katsir menjelaskan makna ayat ini,"Ayat ini secara umum menerangkan orang
yang memecah-belah agama Allah dan mereka berselisih. Sesungguhnya Allah
mengutus nabi-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar agar memenangkannya
atas semua agama. Syariatnya adalah satu yang tidak ada perselisihan dan
perpecahan padanya. Barang siapa yang berselisih padanya maka merekalah
golongan yang memecah belah agama seperti halnya pengikut hawa nafsu dan
orang-orang sesat. Sesungguhnya Allah taala berlepas diri dari apa yang
mereka lakukan".
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menegaskan bahwa syiar ahli
bid’ah adalah perpecahan,"Oleh karena itu al-Firqatun Najiah disfati
dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah dan mereka adalah jumhur dan kelompok
terbesar umat ini. Adapun kelompok lainnya maka mereka adalah orang-orang
yang nyleneh, berpecah belah, bidah dan pengikut hawa nafsu. Bahkan
terkadang di antara firqah-firqah itu amat sedikit dan syiar firqah-firqah
ini ialah menyelisihi al-Qur’an, as-Sunnah serta ijma".
Kemudian orang-orang bermanhaj seperti ini melupakan nahi munkar di
tengah-tengah mereka dengan alasan “kita bekerjasama pada hal yang
disepakati dan bertoleransi pada hal-hal yang diperselisihkan” ,Na’am jika
ikhtilaf tersebut adalah ikhtilaf tannawu bukan ikhtilaf tadhod atau
bahkan ikhtilaf dalam masalah aqidah.
Sungguh setiap kita mempunyai kebaikan namun berarti kebaikan tersebut
harus membuat diri kita menjadi ujub dan merasa tidak perlu diberi nasihat
dan masukan lagi, bahkan menuduh para ulama yang memberi nasihat sebagai
para pendengki yang berlaku curang, subhanallah. Sungguh benar firman
Allah "... maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling
mengetahui tentang orang yang bertakwa." (An-Najm: 32).
Seorang yang benar-benar meneladani salafusshalih mereka akan senantiasa
berusaha menginstrospeksi dirinya namun hal tersebut tidak melalaikan
mereka dari menjalankan tugas amar ma’ruf nahi munkar.
Hanya orang-orang yang merasa dirinya suci sajalah yang mereka lalai dan
merasa ujub tidak perlu lagi menerima nasihat, mengganggap nasihat adalah
kedengkian, kritik adalah hujatan, nahi munkar adalah kebencian. Dan
sungguh mereka ini juga sedang mentaqlidi syeikhnya yang tidak mau
menerima kritik dan masukan, walaupun mereka menuduh orang-orang yang
menasehati mereka sebagai orang-orang yang taqlid, sungguh sebenarnya
merekalah orang-orang yang curang dalam menilai diri mereka sendiri.
"Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan ummat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang mungkar,
merekalah orang-orang yang beruntung."(Qs Ali imran : 104)
Beramar maruf dan bernahi mungkar juga sebagai ciri khas ummat ini, yang
mereka sebaik-baik ummat di muka bumi ini. Dan setiap muslim yang
bersegera untuk mengamalkan ciri khas ummat ini, ia akan mendapat
kemuliaan dan berhak mendapat pujian Allah Subhanahu wa Taala. Tatkala
Umar bin Khatab radiyallahu anhu membaca ayat "Kalian adalah ummat terbaik
yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang maruf, dan mencegah
yang mungkar"{Ali Imran : 110}
Beliau berkata : "Barang siapa yang ingin menjadi golongan ummat ini, maka
hendaklah ia tunaikan syarat yang Allah sebutkan. "Begitu mulia akhlak
ini, hingga setiap muslim harus memilikinya. Karena hanya orang-orang
kafir dan yang semisal dengan mereka yang tidak mau mengamalkan akhlak
ini, akibatnya mereka mendapatkan kemurkaan dan laknat Allah Subhanahu wa
Taala. Allah berfirman : "telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani
Israil dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu
disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama
lain tidak melarang dari kemungkaran yang mereka perbuat. Sesungguhnya
amat buruklah apa yang selalu mereka lakukan."{Al-Maidah : 78,79}
Orang-orang yang meneladani salafusshalih adalah orang-orang yang selalu
siap menerima nasihat dan mereka siap rujuk kepada kebenaran, daripada
mempertahankan kesalahan yang ada para diri mereka. lihatlah bagaimana
Imam
Abul Hasan al-Asy'ari merujuk kepada manhaj salaf meninggalkan pemikiran
mu'tazilahnya, lihatlah bagaimana Imam Al Ghazali kembali kepada Hadist
Shahih Bukhari dan Muslim di akhir hayatnya, lihatlah bagaimana Syaikh
Rasyid Ridha meninggalkan tarikat sufiyah dan pemikiran-pemikiran
rasionalis gurunya (Muhammad Abduh), lihatlah bagaimana Imam Al Albani
rahimahullah meralat hadist-hadist yang dihaifkan dan dishahihkan beliau
setelah meneliti kembali,adakah itu menjadi kelemahan dan kehinaan
mereka?sungguh justeru disitulah letak kemuliaan mereka yang memang mereka
meneladani salafusshalih.
Maka sungguh tepat kita katakan kepada orang-orang yang merasa dirinya
suci sehingga mereka merasa lebih ber adab, lebih ber jihad, lebih faqih
dalam waqi dan politik daripada para salafusshalih, sebuah perkataan Imam
Ahmad rahimahullah Jika engkau diam dan aku diam (tidak mau membicarakan
kejelekan para rawi), maka bagaimana seorang yang bodoh dapat mengetahui
hadits shahih dari yang dha’if?. (lihat Irsyadul Bariyyah, hal. 103)
“Beruntunglah orang-orang asing yang mereka memperbaiki apa-apa yang telah
dirusak oleh manusia sesudahku dari sunnahku.” (HR At-Tirmidzi)
Semoga Allah senantiasa membimbing umat ini agar selalu bersatu di atas
bendera sunnah sesuai pemahaman salafusshalih, yang berdiri di atas
landasan aqidah ash-shahihah, serta menyeru manusia dengan manhaj sunnah
dan di atas jalan nubuwwah.
Ya Allah, tunjukkanlah kebenaran itu sebagai kebenaran dan berilah kami
kekuatan untuk mengikutinya, serta tunjukkanlah kebatilan itu sebagai
sebuah kebatilan, dan berilah kami kekuatan untuk menjauhinya.
Maha Suci Engkau Ya Allah, dan dengan memuji-Mu, saya bersaksi bahwa tiada
Tuhan yang berhak disembah melainkan Engkau, saya memohon ampun dan
bertaubat kepada-Mu.
Wallahu A’lam
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home